Masih banyaknya pekerja informal yang belum mendapatkan perlindungan jaminan sosial menjadi perhatian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Upaya pendekatan secara inklusif terus dilakukan, terutama pada pekerja informal yang rentan terhadap risiko sosial dan ekonomi.
HENY, Sampit
Senja menyapa para pedagang dan sejumlah masyarakat yang sore itu tengah asyik berbelanja. Setiap Senin dan Sabtu sore, ruas Jalan Jembatan Kuning, Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dipadati sekumpulan pedagang kaki lima yang berjualan menjemput rejeki demi kelangsungan hidup.
Aminah (44) pedagang sayur di lokasi itu sedang mempersiapkan lapak dagangannya di tepian jalan, Sabtu (25/11). Aneka sayur yang sudah tertata rapi kini siap dijual. Sejumlah pembeli ia layani. Ketika hari beranjak petang, Aminah menghidupkan bohlam yang menggantung pada tongkat putih untuk menerangi lapak dagangannya.
Sudah dua puluh hari, pascakecelakaan kecil menimpanya, tepatnya pada 6 November 2023 ketika akan berangkat berdagang membawa motor. Jempol kakinya sebelah kiri tak sengaja terinjak standar hingga kukunya hampir terlepas. Insiden yang tak dikehendaki itu membuatnya terpaksa tak berjualan.
Sakit yang ia rasakan membuatnya sulit bergerak. Aminah kemudian mencoba menghubungi Yuliana yang aktif sebagai Agen Perisai yang beberapa bulan lalu mengajaknya untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
”Saya nanya ke Mba Yuli, apa bisa jempol saya ini mendapatkan perawatan medis. Karena, saya sudah tidak kuat dengan sakitnya, kuku sudah mau lepas, lebih baik dilepas saja sekalian daripada saya terus menahan sakit, tidak bisa bekerja,” kata Aminah.
Aminah kemudian dibantu agen perisai yang mengarahkannya agar segera ditangani ke IGD RSUD dr Murjani Sampit. Aminah juga diminta melengkapi berkas membawa kartu peserta, mengisi formulir kecelakaan kerja dan mengisi berita acara yang diketahui saksi saat kejadian menimpanya.
Aminah kemudian langsung ditangani di rumah sakit dan biaya pengobatannya ditanggung BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu dikarenakan, sakit yang dialaminya disebabkan akibat kerja. Apabila peserta BPJS Ketenagakerjaan mengalami kecelakaan mulai dari berangkat kerja sampai pulang kerja, biaya pengobatannya akan ditanggung BPJS Ketenagakerjaan.
Aminah diketahui sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang aktif mengikuti tiga program, yaitu program jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK) dan jaminan hari tua (JHT) sejak Maret 2023.
”Anak saya yang nomor dua yang masih SMK juga saya daftarkan sebagai peserta, daftar iuran yang Rp 17,000 saja. Kalau saya daftar yang tiga program total iurannya Rp 36.800 per bulan,” katanya.
Aminah juga aktif sebagai peserta BPJS Kesehatan menjadi peserta kelas III dengan biaya iuran sebesar Rp35.000 per bulan. ”Sudah setengah tahun ini, empat orang, saya dan suami serta kedua anak saya aktif menjadi peserta BPJS Kesehatan. Awalnya, karena anak kedua saya aktif pramuka dan saat berkegiatan keluar negeri diminta syaratnya harus punya kartu BPJS Kesehatan, kalau BPJS ketenagakerjaan tidak bisa digunakan, karena anak saya belum bekerja,” ujarnya.
Seminggu setelah kejadian yang menimpa jempol kaki kirinya, Aminah akhirnya bisa kembali bekerja. Selama sepekan Aminah dia berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat berikutnya untuk berdagang.
”Tidak ada liburnya, Senin dan Sabtu jualan di Jembatan Kuning, Selasa Jumat jualan di Desa Eka Bahurui dekat rumah saya, Rabu jualan di Batangkang dan Minggu jualan di Desa Pelangsian. Pasar dadakan setiap sore ini sudah saya jalani selama 9 tahun ini,” ujar Aminah.
Pekerjaan suaminya yang hanya serabutan dengan penghasilan pas-pasan membuatnya harus membantu perekonomian keluarganya.
”Kerja setiap hari demi anak sekolah. Selagi badan masih kuat tetap bekerja. Setiap hari jualan naik motor, barang diangkut dua kali, nggak bisa dibawa sekaligus karena sayur-sayuran yang dibawa banyak,” katanya.
Aminah menceritakan, awal mula keikutsertaannya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan diajak Yuliana. Agen Perisai yang berjualan pangkalan gas elpiji dan jualan pakaian dan aneka minuman di Jalan Jembatan Kuning dekat dengan lapaknya berjualan.
”Awalnya saya penasaran dengan manfaat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan seperti yang diceritakan Mba Yuli. Saya tidak menyangka, musibah menimpa saya awal November lalu dan saya sekarang dapat merasakan sendiri manfaatnya menjadi peserta, pengobatan di jempol kaki saya juga cepat ditangani. Saya sekarang sudah bisa kembali bekerja tanpa cemas dengan risiko kerjaan yang mungkin saja menimpa saya, meski kita tak pernah mengharapkan musibah itu terjadi,” kata Aminah.
Manfaat menjadi peserta BPJS Ketengakerjaan juga dirasakan Sunadi (43). Pria yang sebelumnya menolak tak ingin mendaftar sebagai peserta. Kecelakaan tunggal pada 18 Agustus 2023 lalu menimpanya di sekitar Desa Cempaka Mulia. Ketika itu Sunadi berangkat dari Kota Sampit menuju kebun durian miliknya di Desa Luwuk Ranggan.
Kecelakaan itu membuat Sunadi mengalami stroke ringan dan tidak bisa berbicara, patah tulang selangka dekat lehernya. Istrinya menangis. Sunadi tak ingin dirawat ke rumah sakit karena khawatir biaya. Namun, setelah anaknya menyampaikan bahwa ayahnya sudah didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, Sunadi akhirnya mau dirawat.
”Pak Sunardi tidak tahu anaknya sudah mendaftarkannya sebagai peserta dan baru tahu saat kejadian. Sebelum masuk rumah sakit, istrinya menangis, sampai akhirnya bisa dirawat dengan melengkapi berkas persyaratan,” kata Yuliana, Agen Perisai di Kota Sampit.
Yuliana membantu Sunadi melengkapi berkas persyaratan mulai dari laporan satlantas, membuat berita acara, mengisi formulir kecelakaan kerja dan KTP serta kartu peserta.
”Bapak Sunadi sekarang sudah bisa kembali bekerja berkebun, tetapi kondisinya tidak sesehat sebelumnya, karena Pak Sunadi menolak di operasi,” katanya.
Baru-baru ini, Yuliana juga menerima informasi dari peserta BPJS Ketenagakerjaan yang ia kenali meninggal dunia secara mendadak berumur 60 tahun, Almarhum merupakan pekerja informal yang bekerja sebagai pemilik usaha galon di Kota Sampit.
”Meninggal minggu lalu. Saya sudah buat pelaporan kebagian pelayanan. Klaim santunan dari program jaminan kematian ini bisa diklaim minimal menjadi peserta aktif selama tiga tahun. Untuk saat ini ahli waris dari pihak keluarga masih belum mengurusnya, karena masih dalam keadaan berduka, jadi biarkan tenang dulu, saya menunggu kabarnya saja, apabila sudah siap mengurus klaimnya, saya siap membantu,” kata Yuliana.
Sebagai informasi, santunan kematian untuk peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dapat menerima santunan kematian total sebesar Rp42 juta, yang terdiri dari santunan kematian sebesar Rp20 juta, biaya pemakaman Rp10 juta, dan santunan berkala Rp2 juta. Serta, beasiswa untuk dua anak peserta yang memenuhi masa iuran minimal 3 tahun dan memenuhi persyaratan.
”Untuk peserta yang mengalami kecelakaan akibat bekerja bisa diklaim langsung tanpa harus memenuhi iuran 3 tahun dengan syarat, kecelakaan kerja dihitung 48 kali dari upah yang dilaporkan. Hak peserta untuk menerima manfaat yang disebabkan karena penyakit akibat kerja (PAK) akan gugur apabila telah lewat 5 tahun sejak kecelakaan kerja dan sejak dikeluarkannya diagnosis,” katanya.
Sedangkan, untuk santunan beasiswa mulai TK sampai SD sebesar Rp1,5 juta per anak per tahun maksimal 8 tahun, SMP sebesar Rp 2 juta per anak per tahun maksimal 3 tahun, SMA sebesar Rp3 juta per anak per tahun maksimal 3 tahun dan perguruan tinggi maksimal S-1 sebesar Rp 12 juta per anak per tahun maksimal 5 tahun.
”Pengajuan klaim beasiswa dapat dilakukan setiap tahun, bagi anak dari peserta yang meninggal dunia. Beasiswa sekolah berakhir saat anak peserta mencapai usia 23 tahun atau menikah atau sudah bekerja,” kata Yuliana.
Yuliana (42) yang aktif membuka kantor perisai dan menjadi agen perisai sejak Februari 2023 lalu, kini telah mengajak sekitar 200-an pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah (BPU) yang dikenal dengan peserta mandiri.
Sebagai kantor perisai, ia telah mengkoordinatori 15 agen perisai dan akan terus merekrut agen perisai baru yang mau bekerjasama mengajak masyarakat khususnya pekerja informal untuk menjadi peserta aktif.
Pekerja informal atau BPU yang dimaksud seperti pekerja atau pelaku usaha yang bekerja secara mandiri bukan menerima upah untuk memperoleh penghasilan seperti tukang ojek, sopir, pedagang keliling, dokter, pengacara, artis , petani, pelaku UMKM, dan lain-lain.
Yuliana sebagai agen perisai BPJS yang bertugas memberikan edukasi, sosialisasi, dan pemahaman kepada masyarakat umum terkait program jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi jembatan penghubung antara BPJS dengan peserta. Terutama yang sibuk dengan urusan pekerjaan.
”Saya memberikan sosialisasi ke pedagang, petani, tukang bangunan sektor pekerja informal yang saya temui, kalau mereka beminat menjadi peserta, saya bisa bantu mendaftarkan tanpa harus mereka datang ke kantor BPJS,” ujarnya.
Kemudahan aksebilitas layanan jaminan sosial ketenagakerjaan itu bisa diperoleh tidak hanya melalui kantor BPJS Ketenagakerjaan, tetapi bisa melalui agen perisai, perbankan yang bekerja sama dengan BPJS ketenagakerjaan atau dapat mendaftar menjadi peserta melalui http://bpjsketenagakerjaan.go.id/bpu atau website pasar polis atau bisa melalui aplikasi Jamsostek Mobile (JMO) yang dapat diunduh melalui playstore guna memberikan kemudahan tanpa harus datang ke kantor.
”Semua layanan informasi BPJS ketenagakerjaan bisa diakses lebih mudah melalui berbagai cara yang praktis dan tidak ribet,” katanya.
Yuliana mengatakan, rata-rata pekerja informal yang sudah mendaftar menjadi peserta mengikuti tiga program yaitu program JKK dengan iuran rutin sebesar Rp10 ribu per bulan, JK sebesar Rp 6.800 dan JHT sebesar Rp20 ribu. Apabila ketiga program itu diikuti maka iuran yang harus dibayar rutin oleh peserta sebesar Rp36.800 per bulan.
”Program JHT sama seperti menabung. Untuk pekerja formal atau penerima upah (PU), peserta dapat mengklaim JHT ketika usianya mencapai 56 tahun, cacat total tetap, meninggal dunia, berhenti bekerja atau mengundurkan diri. Pengambilan klaim JHT dapat diproses minimal sudah menjadi peserta aktif selama 10 tahun,” katanya.
Besarnya manfaat JHT sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta dan dibayarkan sekaligus.
”Pembayaran manfaat JHT dapat diambil sekaligus apabila telah memasuki masa pensiun, meninggal, berhenti kerja dengan proses klaim masa tunggu selama satu bulan. Tetapi, untuk peserta BPU atau pekerja informal dapat mengklaim JHT kapan saja tanpa harus menunggu usia pensiun ataupun meninggal dunia dan lainnya,” ujarnya.
Selama menjadi agen perisai, Yuliana juga tetap bisa menjalani pekerjaannya berjualan elpiji Pangkalan UD Zahra dan berjualan pakaian di Jalan Jembatan Kuning. Selain itu, Yuliana juga membuka usaha menjahit di rumahnya di Jalan Padat Karya.
”Jadi agen perisai tidak membatasi aktivitas kerjaan saya yang lain, pekerjaan yang lain bisa tetap jalan, karena tugasnya agen perisai yang terpenting aktif memberikan sosialisasi dan pemahaman serta mengajak masyarakat menjadi peserta. Sosialisasi dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja dalam setiap kesempatan,” ujar mantan karyawan perusahaan perkebunan sawit ini.
Tidak hanya itu, sebagai agen perisai, Yuliana juga mendapatkan fee dari insentif iuran dari peserta yang diajaknya sebesar 15 persen per peserta, fee akuisisi sebesar 25 persen setiap merekrut agen perisai baru sebesar Rp 10 ribu.
”Selain jadi agen perisai, saya juga buka kantor perisai dari situ saya juga dapat fee sebesar 10 persen dari agen perisai yang aktif. Tugas saya menjadi koordinator merekrut sebanyak-banyak agen baru. Pekerjaan menjadi agen perisai awalnya karena saya gabut saja, memang hasil kerja menjadi agen perisai tidak menentu tergantung seberapa masyarakat yang berhasil kita ajak sebagai peserta dan seberapa banyak orang yang berminat saya ajak menjadi agen perisai,” katanya.
”Ini menjadi pekerjaan sampingan saja, walaupun begitu, selama aktif menjadi agen perisai, saya merasa bisa membantu banyak peserta bpjs yang kesulitan memproses klaim akibat kecelakaan kerja,” sambungnya.
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), sudah ada 62 orang yang menjadi agen perisai dan hanya 38 agen perisai yang produktif. Agen perisai akan dianggap tidak aktif apabila tidak produktif selama tiga bulan.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sampit Yunan Shahada mengatakan BPJS Ketenagakerjaan menargetkan pada tahun 2026 jumlah kepesertaan aktif dapat mencapai 70 juta peserta. Saat ini, kepesertaan aktif baru mencapai 40,2 juta peserta aktif yang mana 7,1 juta di antaranya adalah pekerja informal atau bukan penerima upah se-Indonesia.
Secara spesifik, di Kotim, jumlah peserta dari sektor penerima upah tercatat sebanyak 138.656, bukan penerima upah atau peserta mandiri sebanyak 212.865 dan jasa konstruksi sebanyak 29.761 peserta.
”Dari data ini masih banyak pekerja informal yang belum mendapatkan perlindungan sosial ketenagakerjaan. Ini menjadi tantangan dan perlu mendapatkan dukungan perhatian dari pemerintah pusat, provinsi, pemerintah daerah dengan cara menganggarkan melalui APBD ataupun melalui CSR,” kata Yunan, Rabu (22/11) saat ditemui Radar Sampit di ruang kerjanya.
Sebagaimana yang tertera dalam Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2021 tentang optimaliasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dijelaskan bahwa dalam hal ini, bupati atau walikota bertugas untuk menyusun dan menetapkan regulasi serta mengalokasikan anggaran untuk mendukung pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan diwilayah masing masing.
Kemudian, mengambil langkah agar seluruh pekerja baik penerima upah maupun bukan penerima upah termasuk pegawai pemerintah dengan status non-ASN dan penyelenggara pemilu menjadi peserta aktif dalam program jamianan sosial ketenagakerjaan serta mendorong komisaris, pegawai dari BUMD beserta anak perusahaannya agar terdaftar sebagai peserta aktif yang mana ini juga sebagai salah satu kelengkapan dokumen pengurusan izin.
”Pendanaan untuk optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan ini bisa dibebankan melalui APBN, APBD, CSR atau sumber lain yang tidak mengikat. Pemkab Kotim sudah mengganggarkan dana melalui APBD untuk pekerja non-ASN sekitar 4.000 menjadi peserta aktif. Dan, yang saat ini diupayakan penganggaran untuk pekerja non formal. Saya dan beberapa pejabat sudah merapatkan terkait hal ini, Pak Bupati Kotim juga siap berkomitmen, tetapi terkait nilai anggarannya masih belum disepakati apakah bisa diupayakan dianggarakan tahun ini atau tahun depan,” ujarnya.
Menurutnya, setiap pekerja baik sektor formal dan non formal sudah seharusnya mendapatkan hak yang sama untuk memperoleh akses jaminan sosial ketenagakerjaan. Terutama pekerja informal, rentan mengalami ketidakpastian ekonomi, penghasilan yang tidak menentu hingga ancaman PHK. Karena itu, perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dalam hal ini keamanan financial menjadi sangat penting untuk keberlangsungan pekerja di masa depan.
”Setiap pekerja tidak ada yang menginginkan terjadinya musibah kecelakaan. Tetapi, apabila sampai terjadi kecelakaan, pekerja informal sebagai pekerja rentan yang sudah menjadi peserta aktif tidak perlu pusing memikirkan biaya pengobatan. Peserta tetap bisa bekerja keras tanpa cemas memikirkan masa depan, karena peserta akan terlindungi dan mendapat jaminan sosial mulai dari JKK, JK, JHT hingga beasiswa untuk anaknya,” ujarnya.
Berdasarkan data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) yang diperoleh Bappelibangda Kotim tercatat ada sebanyak 103.070 yang terdiri dari pekerja guru sebanyak 1.442, pekerja keagamaan 712 dan P3KE sebanyak 100.916. Dari 103.070 ini, terdapat 33.071 orang yang sudah tervalidasi memiliki NIK KTP dan aktif bekerja.
”Data ini menunjukkan masih banyak pekerja usia produktif yang belum menjadi peserta aktif. Perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan sangat penting dapat mencegah angka kemiskinan baru yang disebabkan karena kesulitan ekonomi akibat kecelakaan kerja dan pemberhentian kerja hingga berdampak terhadap meningkatnya angka pengangguran. Karena itu, BPJS ketenagakerjaan terus berupaya memperluas cakupan kepesertaan khususnya bagi pekerja produktif yang menjadi fokus kami memberikan dukungan nyata untuk peserta pekerja informal melalui manfaat perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan,” katanya. (***/ign)