SAMPIT - Bupati Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor khawatir dengan masa depan Bandara H Asan Sampit. Jika tidak ada langkah progresif, satu satunya bandara di Kotawaringin Timur ini berpotensi ditinggalkan semua maskapai penerbangan.
“Kenapa saya fokus terkait pengembangan bandara, karena saat ini bandara hanya bisa didarati pesawat klasik. Kalau misalnya itu dilarang oleh Kementerian Perhubungan untuk beroperasi lagi, bagaimana bandara kita bisa berjalan,” kata Halikinnor.
Halikinnor menjelaskan, saat ini Bandara Haji Asan Sampit hanya mampu didarati pesawat setara Boeing 737-500 seperti pesawat milik Maskapai NAM Air. Pesawat Boeing 737-500 merupakan jenis pesawat klasik yang usianya sudah cukup tua dan jumlahnya semakin sedikit.
Jika pesawat jenis tersebut tidak ada lagi yang beroperasi, maka aktivitas penerbangan di Bandara Haji Asan Sampit akan terhenti dan ini bisa berdampak luas. Mobilitas masyarakat, perekonomian, hingga investasi akan terhambat.
“Mungkin nanti kita bisa mencari pesawat dari TransNusa atau Susi Air, tapi paling tidak, kita berdayakan apa yang ada dulu,” imbuhnya.
Menurutnya, pengembangan Bandara Haji Asan Sampit sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mobilitas penduduk. Pemkab akan memperjuangkan pengembangan bandara melalui APBD dan APBN tahun ini.
Saat ini, progres pengembangan bandara sampai pada pembebasan lahan untuk pemindahan gedung Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) sebagai bagian dari pelebaran runway.
Pengembangan bandara dilakukan secara bertahap dan itu berdasarkan persetujuan dari Kementerian Perhubungan. Pemerintah daerah membantu dalam hal pembebasan lahan.
“Saat ini yang mendesak adalah pemindahan gedung PKPPK itu. Kalau pesawat berbadan besar masuk runway saat ini tidak akan muat untuk manuver, sayap pesawat bisa mengenai gedung tersebut, makanya harus dipindah,” tandasnya. (ang/yit)