SAMPIT – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) berbasis domisili akan resmi diberlakukan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) pada tahun ajaran 2025-2026.
Perubahan ini menggantikan sistem zonasi yang digunakan pada tahun-tahun sebelumnya, sekaligus membawa harapan baru untuk akses pendidikan yang lebih merata di daerah tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan Kotim Muhammad Irfansyah menjelaskan, perubahan ini bukan sekadar soal istilah, tetapi bagian dari upaya meningkatkan keadilan dan kualitas pendidikan di wilayah ini.
"SPMB merupakan perubahan signifikan dalam sistem penerimaan peserta didik baru. Istilah 'zonasi' diganti menjadi 'domisili', yang lebih mencerminkan fokus kebijakan pada kedekatan tempat tinggal murid dengan sekolah tujuan," jelas Irfansyah.
Irfansyah menambahkan, meskipun konsep dasarnya serupa dengan sistem zonasi, SPMB memiliki struktur yang lebih jelas dan terbagi menjadi empat jalur utama, yakni; Jalur domisili, prioritas diberikan berdasarkan jarak tempat tinggal murid ke sekolah.
Jalur afirmasi, ditujukan bagi siswa dari keluarga kurang mampu. Jalur prestasi, untuk siswa dengan pencapaian akademik maupun non-akademik. Jalur mutasi, bagi anak dari orang tua yang pindah tugas kerja.
”Meski perubahan ini terlihat sederhana, sebenarnya ada banyak penyesuaian teknis untuk memastikan sistem ini berjalan lebih efektif dan inklusif," tambahnya.
Hingga saat ini, Dinas Pendidikan Kotim masih menunggu petunjuk teknis (juknis) resmi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk pelaksanaan SPMB domisili. Namun, perubahan ini sudah menjadi langkah awal bagi sistem penerimaan yang lebih terstruktur dan ramah bagi semua kalangan.
”Ini bukan hanya soal nama, tetapi cara untuk memastikan pendidikan dapat diakses dengan lebih merata oleh semua anak di Kotim," tegas Irfansyah.
Sistem baru ini diharapkan dapat mengatasi sejumlah tantangan dalam sistem zonasi, seperti ketimpangan akses dan penumpukan murid di sekolah tertentu. Dengan penerapan SPMB berbasis domisili, pemerintah ingin memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan, tanpa mengesampingkan aspek prestasi dan kebutuhan khusus lainnya.
Langkah ini sekaligus menjadi jawaban atas tantangan yang dihadapi dalam dunia pendidikan, terutama dalam menciptakan sistem yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada masa depan. Pemerintah Kotim optimistis, kebijakan ini akan menjadi fondasi yang kuat bagi generasi penerus di wilayah ini. (yn/ign)