SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyambut terbitnya Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan ASN Secara Fleksibel. Namun, penerapan fleksibilitas kerja atau flexible working arrangement (FWA) termasuk opsi work from anywhere (WFA) di daerah ini masih dalam tahap kajian.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kotim Kamaruddin Makalepu menjelaskan, hingga saat ini Pemkab Kotim belum menerapkan pola kerja fleksibel sebagaimana diatur dalam Permenpan tersebut. Namun, pihaknya tidak menutup kemungkinan akan mengkaji peluang penerapannya di masa mendatang.
“Memang dimungkinkan pengaturan fleksibel itu, baik dari sisi waktu maupun tempat bekerja. Tapi kami di Kotim belum menindaklanjuti hal itu karena perlu ditetapkan lebih dahulu apakah kondisi daerah kita memungkinkan atau tidak,” kata Kamaruddin saat ditemui wartawan, Selasa (24/6).
Menurutnya, prinsip dasar dari kebijakan ini adalah terpenuhinya jumlah jam kerja ASN, yakni 37,5 jam per minggu. Permenpan ini memberi kelonggaran kepada masing-masing instansi untuk menyesuaikan pengaturan jam kerja, termasuk kemungkinan jam masuk yang lebih awal atau lebih lambat dari ketentuan umum.
“Kalau fleksibilitas diterapkan, misalnya jam masuk bukan pukul 07.30, tapi bisa disesuaikan dengan kebutuhan unit kerja. Namun yang pasti, akumulasi jam kerja tetap harus terpenuhi,” tegasnya.
Menanggapi potensi dampak terhadap kedisiplinan ASN, Kamaruddin mengatakan itulah yang menjadi fokus kajian BKPSDM ke depan. Fleksibilitas bukan berarti longgar tanpa aturan, melainkan penyesuaian sistem kerja yang tetap mengedepankan akuntabilitas dan kinerja.
Dia juga menekankan bahwa tidak semua unit kerja cocok untuk sistem kerja fleksibel, terutama sektor-sektor yang menyangkut pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
“Kalau sekolah, misalnya guru masuk jam 08.00 bukan 07.30, itu tidak mungkin. Karena akan berimbas ke jadwal murid dan proses belajar-mengajar. Demikian juga puskesmas, sudah terjadwal dan menyangkut pelayanan masyarakat,” jelasnya.
BKPSDM Kotim akan melakukan pemetaan terhadap unit-unit kerja yang mungkin bisa menerapkan FWA hanya pada bagian tertentu saja. Tapi jika sistem kerja yang berjalan saat ini sudah efektif dan sesuai regulasi, maka bisa saja fleksibilitas tidak perlu diterapkan.
“Pada dasarnya, kebijakan ini muncul karena perkembangan teknologi yang memungkinkan ASN bekerja dari mana saja. Namun untuk daerah seperti kita, yang lebih mengutamakan pelayanan langsung kepada masyarakat, tentu tidak bisa disamaratakan. Fleksibilitas itu bisa saja diterapkan secara selektif,” tutup Kamaruddin.
Dengan regulasi baru ini, pemerintah daerah diberi ruang untuk menyesuaikan pola kerja ASN dengan kebutuhan masing-masing instansi. Meski demikian, prinsip efisiensi, kedisiplinan, dan kualitas pelayanan publik tetap menjadi prioritas utama. (yn/yit)