SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) terus mendorong percepatan pengembangan Bandara H Asan Sampit. Apalagi saat ini hanya mengandalkan satu maskapai yang masih beroperasi, sehingga dikhawatirkan akses udara menuju Sampit terancam terganggu dalam beberapa tahun ke depan.
Bupati Kotim Halikinnor menegaskan, peningkatan kapasitas bandara merupakan prioritas utama pemerintah daerah. Ia meminta Dinas Perhubungan (Dishub) untuk konsisten menindaklanjuti rencana ini agar konektivitas wilayah tidak lumpuh di masa mendatang.
”Peningkatan Bandara H Asan Sampit tetap menjadi prioritas. Apalagi pesawat Boeing seperti Nam Air diperkirakan empat tahun ke depan tidak bisa terbang lagi,” ujar Halikinnor.
Kondisi Bandara H Asan saat ini memang mengkhawatirkan. Setelah Wings Air menghentikan operasional ATR 72-nya, hanya tersisa satu maskapai yakni Nam Air dengan pesawat Boeing 737-500. Pesawat ini pun tergolong tua dan jumlahnya terbatas karena sudah tidak diproduksi lagi.
”Jangan sampai nanti Bandara H Asan tidak bisa didarati pesawat. Itu akan menghambat akses ke Jakarta maupun Surabaya,” tegasnya.
Sementara itu, Pemkab Kotim telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Perhubungan. Pada 10 Juni 2024 lalu, Bupati menandatangani nota kesepahaman bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, sekaligus menyerahkan hibah lahan seluas lima hektare untuk perluasan runway bandara.
Rencana pengembangan itu memungkinkan Bandara H Asan melayani pesawat berbadan lebar seperti Airbus A320. Selain membuka peluang rute baru, kehadiran pesawat berkapasitas besar diharapkan mampu menurunkan harga tiket serta mendongkrak ekonomi lokal.
Landasan pacu yang kini sepanjang 2.060 meter direncanakan diperpanjang menjadi 2.250 meter. Namun, proyek ini tidak lepas dari tantangan teknis. Gedung PKP-PK (Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran) yang ada saat ini harus direlokasi karena masuk area jangkauan sayap Airbus.
Untuk itu, pemerintah daerah tengah mengupayakan pembebasan lahan seluas 1,8 hektare guna pembangunan gedung baru. Proses ini kini ditangani oleh Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Kotim.
”Ini bukan sekadar proyek fisik, tapi soal menjaga denyut konektivitas Kotim ke luar daerah. Kita tidak boleh lengah,” ujar Halikinnor. (yn/ign)