SAMPIT – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menunjukkan komitmen dalam memperkuat jaminan sosial tenaga kerja, khususnya bagi kelompok pekerja rentan. Salah satu langkah nyata adalah mengalokasikan dana bagi hasil (DBH) sawit untuk membiayai iuran jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi ribuan pekerja sektor informal.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kotim Johny Tangkere menyebutkan bahwa pada tahun ini, alokasi DBH sawit memungkinkan perlindungan bagi sekitar 4.800 pekerja. Meskipun jumlah itu masih jauh dari total kebutuhan, langkah ini menjadi bagian awal dari upaya nyata melindungi kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap risiko kerja.
“Kalau mengandalkan APBD murni, tentu tidak cukup. Untuk itu, kami manfaatkan DBH sawit agar tetap bisa memberikan perlindungan dasar bagi pekerja informal,” ujar Johny.
Kelompok pekerja rentan yang dimaksud meliputi buruh tani, nelayan, tukang ojek, pedagang kaki lima, pemulung, pekerja seni, marbot, dan guru mengaji. Mereka umumnya tidak memiliki penghasilan tetap dan bekerja dalam kondisi yang rentan terhadap kecelakaan maupun risiko kehilangan pendapatan.
Langkah perlindungan ini diharapkan bisa memberi ketenangan bagi para pekerja dan keluarganya jika terjadi musibah saat bekerja. Terlebih, jumlah pekerja informal di Kotim masih sangat besar. Dari total potensi 179.730 pekerja, baru sekitar 50.891 yang telah terdaftar dalam program perlindungan sosial ketenagakerjaan.
“Artinya, masih ada lebih dari 128 ribu orang yang belum tersentuh perlindungan ini. Maka dari itu, kami juga mengajak perusahaan-perusahaan besar untuk turut berpartisipasi,” tegas Johny.
Pemerintah daerah membuka ruang bagi perusahaan untuk membantu melalui program tanggung jawab sosial (CSR). Perusahaan dipersilakan mendaftarkan pekerja rentan di sekitar wilayah operasional mereka, dengan skema iuran yang sangat terjangkau, hanya sekitar Rp16.800 per bulan per orang untuk dua jenis perlindungan dasar. Jika ditambah program jangka panjang, iurannya menjadi Rp36.800.
“Satu perusahaan kalau mendaftarkan 1.000 orang pun saya kira sanggup. Tinggal diarahkan dan ditindaklanjuti. Kami sedang siapkan pertemuan dan imbauan resmi dari kepala daerah agar mereka mendukung,” tambahnya.
Dukungan serupa juga datang dari lembaga penyelenggara perlindungan sosial tenaga kerja di wilayah Sampit. Pihak mereka mencatat, baru tiga perusahaan di Kotim yang secara aktif mendaftarkan pekerja rentan di sekitarnya.
Rata-rata perusahaan tersebut sudah melindungi sekitar 300 orang yang bukan karyawan langsung, melainkan warga sekitar yang bekerja sebagai petani, tukang panen, pengumpul brondolan, dan sejenisnya.
Sementara itu, untuk kategori pekerja formal atau penerima upah di badan usaha, Johny mengingatkan agar seluruh perusahaan segera mendaftarkan pekerjanya. Saat ini baru sekitar 28 persen pekerja di Kotim yang terlindungi secara resmi. Jumlah ini dinilai masih sangat rendah.
Dari total pekerja yang telah mendapatkan perlindungan, sebanyak 44.724 merupakan pekerja penerima upah di lebih dari 2.000 tempat usaha, 4.545 merupakan pekerja informal yang mandiri, serta 1.622 merupakan tenaga kerja sektor jasa konstruksi.
“Melindungi tenaga kerja dari risiko kerja adalah bentuk tanggung jawab sosial pemilik usaha. Jangan tunggu ada kejadian, baru sibuk mencari solusi. Lebih baik dicegah sejak dini,” pungkas Johny. (yn/yit)