PANGKALAN BUN - Pelaku sejarah penerjun payung pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Imanuel Nuhan, napak tilas. Di usia 92 tahun, dia mengunjungi Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara, yang menjadi lokasi penerjunan pada 17 Oktober 1947 silam. Saat itu dia terjun bersama 12 sahabatnya, termasuk Mayor Tjilik Riwut, menggunakan Pesawat C-47 Dakota RI 002 yang saat ini ada di monumen Palagan Sambi, Bundaran Pancasila, Pangkalan Bun.
Kemarin (23/8), Imanuel Nuhan berserta Ketua PIA Ardhya Garini Daerah II Kopasus II tiba di Lanud Iskandar. Meskipun menggunakan kursi roda, namun semangatnya tidak pernah luntur untuk kembali mengenang masa-masa perjuangan.
Tepat sekitar pukul 09.00 WIB menggunakan pesawat TNI AU Indonesian Air Force AI-7302 Boeing 737, Imanuel Nuhan beserta rombongan tiba di Lanud Iskandar. Imanuel didampingi N.A Dwi Sudiastuti (Istri Pangkoopsau II Mersekal Muda TNI Dody Trisunu) dan Komandan Wing II Paskhas Kolonel Pas Ari Ismanto.
Mereka disambut Komandan Landasan Udara (Danlanud) Iskandar Letkol Pnb Ucok Hutadjulu dan Komandan KRI Sidat 851, Mayor Laut (P) Widi Susanto, serta Danpos AL Letda J Arifin. Acara adat Kesultanan Kotawaringin dengan tarian, potong pantan, dan juga tolak bala turut mengiringi prosesi penyambutan.
Komandan Wing II Paskhas Kolonel Pas Ari Ismanto mengatakan, napak tilas ke lokasi penerjunan di Desa Sambi sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada pelaku sejarah yang masih hidup. Imanuel juga sebagai perintis Korpaskas itu.
Kolonel Pas Ari Ismanto menjelaskan, pada tahun 1945 dulu, Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan. Namun, di luar Pulau Jawa, seperti Kalimantan, kabar tersebut belum menggaung. Bahkan masih banyak tentara Belanda. Maka dikirimlah 13 orang penerjun payung dengan misi memasang tiang pemacar radio untuk komunikasi antarpulau. Lokasi penerjunan adalah di Desa Sambi, Kecamatan Aruta.
---------- SPLIT TEXT ----------
"Bersama TNI AU Lanud Iskandar Pangkalan Bun, kita ingin mewujudkan mimpi dan keinginan beliau. Beliau mau ziarah ke lokasi penerjunan itu," kata Kolonel Pas Ari Ismanto, Selasa (23/8) pagi.
Imanuel Nuhan diwakili putranya, Hernison I Nuhan, merasa bangga dapat kembali ke lokasi penerjunan. Rasa bangga itu bercampur dengan rasa sedih dan rindu hingga menitikkan air mata.
Pria kelahiran Tewah, Kabupaten Gunung Mas, itu menceritakan, dulu keinginan ayahnya untuk ke Kobar hampir terwujud pada tahun 2012 lalu. Dirinya sudah membawa ayahnya menuju Desa Sambi, namun tidak sampai. Dirinya tidak tahu arah dan tidak ada penunjuk jalan.
”Sempat ke sana mengendarai mobil sambil membawa bapak. Tapi tidak sampai dan kita balik kanan,” terangnya.
Imanuel Nuhan menjadi satu-satunya dari 13 penerjun yang masih hidup. Mereka terjun dari pesawat Dakota RI 002 yang sekarang berada badan pesawat berada di sekitar Bundaran Pancasila Pangkalan Bun. Tiga penerjun ditembak oleh penjajah belanda. Sementara yang lainya menyelamatkan diri dan bertahan hidup di tengah belantara hutan yang masih alami.
“Dulu tinggi pohon sampai 40 hingga 50 meter. Jadi waktu terjun payung ya sempat tersangkut di pohon,” terangnya.
Di sela-sela perbincangan, Imanuel Nuhan ikut berbicara meski ucapan yang disampaikan kurang jelas. Kata-kata yang disampaikan sebagian dengan menggunakan bahaya Dayak dan sebagian bahasa Indonesia. Kemudian Harnison menerjemahkan perkataan ayahnya tersebut.
“Ayah bangga bisa menjadi penerjun pertama di Kalimantan Tengah,” ujarnya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Tidak selang lama Imanuel Nuhan juga kembali berkata dengan ucapan yang cukup keras dan jelas. “Saya tetap setia kepada Republik Indonesia,” kata Imanuel Nuhan.
"Intinya bapak (Imanuel Nuhan), merasa bangga dan lagi ini merupakan wasiatnya, yang selalu meminta sebelum meninggal, harus ke lokasi penerjunan itu," kata Hernison.
Hernison menambahkan, sang ayah menitipkan pesan kepada pemerintahan agar lebih menghargai tokoh-tokoh perjuangan daerah. Tanpa perjuangan mereka, tak mungkin Kalteng bisa hidup dengan aman dan damai.
Satu-satunya pelaku sejarah penerjun payung yang masih hidup itu melanjutkan perjalanan ke Desa Sambi dan langsung pulang pada 24 Agustus. (jok/rin/yit)