SAMPIT – Menyiapkan lima pengacara untuk meladeni pihak yang menyoal status pendidikannya, Supian Hadi disoroti. Langkah ini dinilai memicu tanda tanya publik.
”Justru nanti yang jadi pertanyaan, banyak pengacara tentu banyak juga uang yang dikeluarkan. Tidak murah membayar pengacara, dari mana uangnya?” kata pengamat politik Sugi Santosa, Kamis (3/9).
Secara psikologis, kata Sugi, langkah ini menunjukkan kekhawatiran. Dia menilai, wajar saja masyarakat ingin mengetahui pendidikan pemimpinnya. Jika dibuka, sambungnya, akan banyak nilai positif. ”Seorang pemimpin pasti cerdas. Orang ingin tahu apakah dia dulu juara kelas, atau bahkan banyak prestasi yang dicapainya,” ujar Sugi.
”Saya rasa, sekolah di mana bupati menempuh pendidikan dulu pasti senang. Oh, mantan siswa kita sekarang jadi bupati,” sambung Sugi.
Ya, memang jika hal itu tidak terbukti, bisa saja mengarah kepada pidana. Seperti juga pernyataan Ketua DPD PAN Kotim Muhammad Shaleh yang menyatakan di balik pesta demokrasi Kotim sudah ada skenario yang dinilai terlalu berbahaya. Pernyataan Shaleh ini berpotensi membawanya berhadapan dengan hukum.
”Kalau tidak membuktikan, itu mengarah kepada fitnah, dugaan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan,” ujar pengamat politik dan hukum di Kotim, Fachri Mashuri, kemarin (3/9).
”Sepanjang tidak bisa dibuktikan, karena itu delik aduan, harus diadukan biar polisi bisa mengambil langkah. Itu termasuk dalam kategori fitnah dan mempermalukan orang jika tidak benar, perbuatan tidak menyenangkan, pidananya di situ,” sambung dia.
Terpisah, pengamat sosial politik dari Universitas Palangka Raya (UNPAR) Sidik R Usop menyebutkan, isu skenario politik itu sulit juga diusut. Sebab strategi itu masuk dalam dunia politik.
‘Calon boneka’, kata Sidik, jika ada indikasi pelanggaran atau merugikan pihak lain, bisa ditindak penegak hukum dengan bukti yang kuat. Jika tidak ada bukti dan tiadk merugikan pihak lain, itu juga tidak masalah.
‘Calon boneka’, dinilai bagian dari dinamuka politik itu sendiri. ”Ketika itu terjadi, bukan berarti itu menghambat. Tetapi bagaimana masyarakat merespons informasi itu,” ujarnya.
Terpisah, Muhammad Shaleh mengaku siap menghadapi konsekuensi hukum yang muncul. Dia menilai, pesta demokrasi kali ini sudah diskenariokan untuk memunculkan calon boneka.
Sebelumnya, Komisioner KPU Kotim, Juniardi, dengan tegas menyatakan konstelasi Pilbup Kotim ini tidak memandang latar belakang pencaloanannya. Yang terpenting mencukupi dan memehuhi persayatan calon. (co/ang)