SAMPIT – Kasus sengketa lahan di Kabupaten Kotim seakan tidak ada habisnya. Bahkan mulai menyasar kawasan kota. Kali ini antara CV Barokah Indah dengan Rantau Sepan Cs yang sama-sama mengklaim lahan di Jalan Jenderal Sudirman, lingkar utara km 2,8 Sampit, yang masuk dalam izin lokasi PT Bianca Lestari Property.
Perwakilan CV Barokah Indah Gahara mengatakan, lahan seluas 60 hektare yang sudah diterbitkan sertifikat oleh BPN Kotim itu merupakan milik Barokah yang awalnya berbatasan dengan Rantau. ”Legalitas kita ada SKT dan saat itu diakui oleh Rantau pada 2007 lalu,” kata Gahara, Selasa (18/10).
Saat masuk, lanjut Gahara, investor menjadikan wilayah itu sebagai kawasan perumahan. Belakangan, tanah milik Barokah tersebut diploting Rantau Cs. Awalnya mereka mengajukan status kawasan di Dishutbun Kotim seluas 157,9 hektare pada 2013, kemudian terbit sertifikat oleh BPN atas nama banyak orang di atas lahan itu, termasuk nama sejumlah oknum pejabat BPN.
”Yang kita keberatan itu, saat dilakukan mediasi, BPN mengarahkan untuk digugat ke pengadilan secara perdata. Enak sekali seperti itu. Padahal, terbitnya sertifikat ini kita duga ada keterlibatan BPN karena tidak sesuai prosedur,” kata Ketua LSM Balanga itu didampingi Ibnu Saud, koordinator lapangan Barokah.
Gahara meminta BPN segera mencabut sertifikat tersebut, karena dalam penerbitannya diduga banyak pelanggaran. ”Kami juga akan melaporkan masalah ini ke Kejaksaan Negeri Kotim, karena kuat dugaan sertifikat yang digunakan adalah prona,” ujar Gahara.
Tudingan tersebut langsung dibantah Kepala BPN Kotim Jamaludin. Menurutnya, dalam aturan, setiap badan hukum yang ingin bergerak di bidang investsi tanah, apabila lebih dari 1 hektare untuk kegiatan nonpertanian, wajib mendapatkan izin lokasi.
”CV Barokah di BPN tidak terdaftar, padahal harus ada izin prinsip dari bupati,” kata Jamaludin.
Kalau disebut per orangan, lanjut Jamaludin, klaim tanah tersebut bisa dikonfrmasi langsung kepada lurah dan camat setempat terkait surat tanah untuk orang yang mengaku sebagai CV Barokah.
Jamaludin mengatakan, persoalan itu sudah dilakukan mediasi, namun buntu. BPN menerbitkan sertifikat secara prosedursal. ”Ketika lahan itu dilegalkan, mulai dari lurah dan camat disertai dengan bukti kepemilikan, maka BPN mesti menerbitkan sertifikatnya,” tandasnya. (ang/ign)