SAMPIT – Setelah lahannya diambil H Muchlis sebagai pemilik tanah, pengasuh Al Marhamah Sampit langsung membangun tenda darurat. Tenda itu sebagai ruang kelas santri untuk mengikuti proses belajar mengajar seperti biasa, terutama santri Tsanawiah dan Aliah.
Di sisi lain, pengasuh Al Marhamah masih bingung mencari lahan untuk kelas SDS. Kemarin (15/10), sebanyak 41 siswa SDS Al Marhamah menjalani ulangan semester menggunakan ruang kelas yang berdiri di atas tanah Muchlis di sebelah Timur Jalan Tjilik Riwut kilometer 2,5 Sampit tersebut.
Selain itu, setelah pengambilan lahan oleh pemiliknya, membuat aktivitas belajar mengajar terganggu. Bahkan, sejumlah siswa diliburkan, kecuali siswa SD lantaran masih membereskan barang-barang mereka, termasuk ruang kelas yang dibuat di depan rumah guru Khairul.
”Untuk sementara siswa diliburkan, mungkin mulai aktif Senin (19/10) nanti. Kalau hari ini masih beres-beres,” kata salah seorang perempuan dari Al Marhamah yang namanya tidak ingin dikorankan.
Menurut pihak Al Marhamah, tenda darurat itu rencananya berdiri sampai 20 hari ke depan sambil menunggu tenda permanen. Proses belajar mengajar akan berjalan seperti biasa. ”Untuk sementara ya menggunakan tenda ini saja untuk Tsanawiyah dan Aliah. Untuk SD belum tahu di mana tempatnya,” katanya.
Selain tenda darurat dan memikirkan lahan untuk siswa SD, pengasuh Al Marhamah juga harus membangun WC darurat di bagian samping rumah guru Khairul.
Sejumlah santri dan anak panti mengaku sedih lantaran tempat mereka menempuh pendidikan diambil tiba-tiba. ”Sedih juga melihat kondisi seperti ini,” kata Resti, santri asal Seruyan saat duduk di bawah tenda bersama dua rekannya yang lain, Erma dan Raudatul Janah.
Siswi Tsanawiah ini mengaku tidak bisa berbuat banyak. ”Kalau sudah seperti ini, apa boleh buat lagi,” katanya.
Resti dan teman-temannya masih berharap bisa menempuh pendidikan di tempat biasanya. Setelah kejadian itu, mereka kesulitan mandi mengingat kondisi kamar mandi dan WC masih terbatas dan kemarin sebagiannya sudah mulai dibangun. ”Untuk tidur, sama-sama di rumah ini (rumah guru Khairul), semua santri putri,” ungkapnya.
Sementara itu, santri putra kini tinggal di salah satu barak yang tak jauh dari lokasi lahan itu. ”Tidak masalah tempat tidurnya jadi satu rame-rame di barak, asalkan kami tetap sekolah,” ungkap Sadikin, seorang anak yatim.
Hal senada diungkapkan Wildan, anak yatim asal Ketapang dan Wendy, anak yatim asal Kereng Pangi. Mereka mengaku msaih ingin menimba ilmu di sekolah meski dalam kondisi darurat. ”Nggak apa-apa, yang penting tetap sekolah,” katanya.
Bantuan Mengalir
Sejumlah bantuan mulai mengalir untuk meringankan beban yang dihadapi pondok pesantren tersebut. Termasuk alat transportasi gratis untuk mengangkut barang-barang santri. ”Ada juga bantuan dari orangtua santri yang langsung tanggap ikut membantu,” ujar salah seorang pria dari Al Marhamah.
Tuti Suryani, Kepala SDS Al Marhamah mengatakan, untuk sementara pihaknya masih menggunakan ruang kelas sebelumnya. Sejak Senin lalu hingga kemarin, siswanya tengah menjalani ulangan.
Pihaknya sempat terkejut setelah sejumlah siswa sudah mengeluarkan barang-barang mereka sejak Senin (12/1) lalu. ”Saya sempat tanya juga dengan abah guru, seperti apa nasib SD. Kata beliau, pendidikan jalan terus, nanti katanya akan dicari solusinya,” ujar Tuti.
Dia juga mengaku sempat bertemu Muchlis dan mereka diminta tetap bekerja seperti biasanya. Meski demikian, sebagian siswanya terlihat sedih setelah mengetahui lahan sekolah mereka diambil. ”Sejak Sabtu itu siswa-siswa sudah tahu dan bertanya-tanya,” katanya.
Sering Berurusan Soal Tanah
Sementara itu, nama H Muchlis seakan-akan jadi buah bibir di kalangan masyarakat setelah secara tiba-tiba mengambil tanah miliknya berdiri di atas Pondok Pesantren Al Marhamah. Padahal, sebelumnya, nama pria asal Ketapang ini juga sempat muncul setelah dirinya mengajukan gugatan perdata atas tanah yang terletak di Jalan Tjilik Riwut kilometer 4,8 Sampit.
Bahkan, putusan Pengadilan Negeri Sampit yang memenangkan Muchlis atas gugatannya terhadap Ekol Ibas, Ferdinandus Cs di lahan itu, dipertanyakan pihak tergugat. Pasalnya menurut Ferdinandus, lahan itu bukan milik pihaknya.
”Lahan yang digugat oleh Muchlis ini milik Fakhrudin, kenapa dia tidak gugat Fakhrudin. Kan, jadi pertanyaan putusan PN yang memenangkan Muchlis beberapa waktu lalu. Tanah itu dulu kita memang yang menggunakannya, tetapi itu milik Fakhrudin. Kita hanya pinjam saja,” ungkapnya. (co/ign)