SAMPIT- Salah satu poin yang jadi perhatian dipembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang minuman keras adalah miras tradisional. Di situ penggunaan miras berjenis baram tuak arak hingga lonang akan dibatasi. Apabila masih ada yang berani memproduksi akan diancam hukuman dan denda.
”Dengan tidak mengabaikan minol yang sudah diatur lebih tinggi kita lebih fokus juga minuman tradisional dan oplosan karena praktik itu sangat sering terjadi di daerah kita ini hingga menelan korban jiwa, ”kata Dadang H Syamsu, di sela pembahasan raperda , kemarin (27/4).
Dijelaskan Dadang, produksi miras tradisional ke depannya lebih ketat. Tidak ada lagi toleransi apalagi untuk diperjualbelikan. Minuman itu hanya boleh diproduksi untuk kegiatan adat budaya setempat. Itupun wajib mendapatkan izin dari Bupati Kotim. Kemudian izin bupati itu diterbitkan setelah mendapatkan rekomendasi teknis baik dari sisi kesehatan dan pariwisata itu sendiri.
”Miras itu bisa dipergunakan untuk kegiatan adat budaya. Kalau di luar itu tidak boleh lagi dikonsumsi dan diproduksi. Semata-ama diproduksi untuk kegiatan adat saja,”katanya.
Adapun, sanksi bagi mereka yang berani memproduksi miras tanpa izin sesuai raperda itu adalah 6 bulan penjara dan denda Rp 50 juta .”Tapi akan lebih keras lagi jika mengacu kepada UU kesehatan , UU Perlindungan Konsumen dan UU Pangan, ” Imbuh Dadang.
Menanggapi rancangan perda itu, tokoh adat Kotim, Diaz Manthongka mengakui raperda itu sudah sejalan dengan peraturan adat. Yakni penggunaan minuman tradisional itu dibatasi tidak sembarangan. Hanya saja, belakangan ini ada pergeseran pemahaman terkait penggunaan miras tradisional seperti baram tersebut.
”Selama itu aturannya baik untuk bersama kami sangat mendukung untuk diterapkan ,”kata Diaz.
Mengenai pembatasan miras tradisonal itu Diaz mendukung ini sangat pentiung agar tidak disalahgunakan untuk mabuk-mabukan. Akibatnya budaya dan adat istiadat yang akan kena getahnya.
”Tapi kami minta kalau harus berizin, itu dipermudah jangan dibuat sulit proses perizinannya untuk membuat minuman keperluan adat. Di sini harus ada komitmen dari pemerintah. Apalagi untuk ritual itu jangan sampai terhambat karena proses izinnya terhambat,” kata Diaz.
Diaz juga mendukung pengendalian miras di Kotim. Penindakan kepada toko dan warung miras yang dijual bebas ini mesti ditindak tegas. Apalagi tidak sedikit masalah dimasyarakat berawal dari menenggak miras.(ang/oes)