PALANGKA RAYA – Kabut asap hasil pembakaran hutan dan lahan kembali menimbulkan korban jiwa. Bayi yang baru berusia 29 hari, Khadziya Nisrina, meninggal dunia karena terpapar pencemaran udara akibat asap.
Bayi perempuan mungil anak Ayuni Puspa Sari dan Dafrin, warga Jalan Badak I, Kota Palangka Raya itu, meninggal karena saluran pernapasannya tersumbat. Dia menghembuskan napas terakhir di rumah sakit di Banjarmasin, Selasa (27/10) sekitar pukul 15.00 WIB.
Jenazah Khadziya dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Jalan Tjilik Riwut km 2,5, Rabu (28/10) pagi. Isak tangis keluarga mengiringi kepergian bayi yang belum genap sebulan hadir di dunia itu.
Hj Endang (46), nenek bayi malang itu menuturkan, sebelum meninggal, cucunya diungsikan selama satu minggu di Banjarmasin karena kabut asap pekat dan berbahaya di Palangka Raya. Setelah seminggu di Banjarmasin, mendadak pernapasan cucunya terhambat. Khadziya kemudian dibawa ke rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia.
”Dianogsa dokter karena penyumbatan saluran pernapasan. Memang Ziya sempat terpapar kabut asap dan saat itu sedang pekat-pekatnya,” katanya saat ditemui di rumah duka.
Endang tidak bisa menyalahkan pihak mana pun atas musibah itu. Namun, dia berharap tidak ada lagi korban lain yang meninggal dunia karena kabut asap di Kalteng. Pemerintah diminta lebih tanggap mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan di tahun berikutnya.
PEMPROV LALAI
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI Ateria Dahlan menuding Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng lamban dan lalai dalam penanganan kabut asap. Pemprov juga dinilai tidak transparan terkait upaya penanganan bencana kabut asap di Kalteng.
Hal itu disampaikan saat Komisi II melakukan kunjungan kerja ke Kalteng dan berdialog dengan Pemprov Kalteng. Hadir dalam kegiatan itu Pj Gubernur Kalteng Hadi Prabowo, Kapolda Kalteng Brigjen Pol Fakhrizal, Komandan Korem 102/Panju Panjung Kolonel Arh Purwo Sudaryanto, kepala SKPD, dan sejumlah pejabat lainnya.
”Pemprov Kalteng telah lalai dalam upaya melindungi seluruh rakyat Indonesia, khususnya rakyat Kalteng. Saya tadi sampai menangis. Masker saja warga sampai berebut waktu dibagikan. Mereka seperti kuli di negaranya sendiri," kata Arteria.
Dia menjelaskan, pemprov sejauh ini hanya meminta 270 ribu masker untuk dibagikan kepada masyarakat. Padahal, jumlah penduduk Kalteng lebih dari 2 juta jiwa. Permintaan tersebut sangat tidak sesuai. Harusnya pemerintah meminta lebih dari jumlah penduduk.
”Dari awal permintaan masker tidak sesuai. Mestinya minta 20 juta karena masker yang ada hanya untuk 8 jam. Ini kemarin diberi hanya 250 ribu. Ini kan sangat tidak sesuai. Apakah masyarakat kita dibiarkan mati atau dibiarkan untuk hidup dipenuhi penyakit? Asap ini paling tidak akan merusak paru-paru," tegasnya.
Ateria juga mempertanyakan data Pemprov Kalteng terkait lahan terbakar. Data itu menyebutkan hanya 11 ribu hektare lahan yang terbakar, sementara data yang dimiliki Komisi II sudah 300 ribu hektare.
”Kita bukan mencari masalah, tapi kita ingin semua transparan dan terbuka. Kita ingin menggali data yang sebenarnya agar pemerintah pusat bisa memberikan kebijakan yang tepat," katanya.
Selain itu, lanjutnya, sosialisasi terhadap dampak kabut asap bagi kesehatan harus lebih dioptimalkan. Kenyataannya, masih ada sekolah yang tidak meliburkan siswanya saat kabut asap sangat pekat dan berbahaya. Belum lagi soal puskesmas yang masih buka hanya sampai pukul 12.00 WIB. Padahal, dalam kondisi bencana, seharusnya beroperasi 24 jam.
”Ini situasi darurat. Puskesmas harus buka 24 jam. Apa sejauh ini Pj gubernur dan pejabat terkait sudah meminta mereka untuk buka 24 jam karena situasi seperti ini?" katanya. (daq/arj/vin/ign)