PALANGKA RAYA - Sengketa lahan di Jalan Piranha XVI berujung pemortalan bernuasa adat ke akses jalan Masjid Nurul Mustofa berakhir. Kapolres Palangka Raya AKBP Lili Warli bersama jajaran dan dibantu pemangku adat, pihak bersengketa bersepakat membongkar blokade itu, walaupun sempat terjadi ketegangan dan situasi sempat memanas. Setelah beberapa personil kepolisian mendatangi lokasi dan bernegoisasi atas tindakan pemortalan itu, Selasa (11/7).
Namun demikian permotalan sempat berlangsung lima hari dan sempat membuat warga kesulitan untuk beribadah dan menuju masjid.
Aksi itu sendiri dilakukan oleh Junaidi (33) warga Jalan Piranha. Dia mengklaim memiliki lahan 30x50 meter dan letak tanah diakses masuk jalan di masjid itu sesuai dokumen surat keterangan.
Kapolres Palangka Raya AKBP Lili Warli mengatakan berdasarkan hasil kesepakatan antara pihak yang melakukan penutupan akses, Junaidi, Camat Jekan Raya Syaipullah, Damang Kepala Adat Jekan Raya Sadar Ardi, Polres Palangka Raya dan Polsek Pahandut maka ini pemortalan dilepas. Dan proses sengketa dilanjutkan dijalur hukum.
Lili mengungkapkan berdasarkan keterangan Junaidi, pemortalan tersebut bukan maksud menghalangi umat muslim untuk melaksanakan ibadah di masjid tersebut. Selain itu, adanya daun sawang bukan berarti dihinting pali (pembatas adat) melainkan hanya simbol.
"Jadi saya tegaskan sebetulnya pemasangan portal bukan menghalangi masyarakat untuk melaksanakan ibadah, tapi ada bentuk keberatan dari Junaidi terhadap pengurus masjid. Tapi dengan mediasi tadi pihak bersengketa sudah akan melakukan upaya penyelesaian. Bila ada pelanggaran silahkan ke jalur hukum," tegas Perwira berpangkat dua melati di pundak ini.
Sementara itu pengurus masjid Nurul Mustofa Akhmad Jayani menyatakan pihak pengurus siap membuktikan keabsahan luasan tanah milik masjid seluas dua hektare termasuk lahan diklaim oleh Junadi. Dan ini merupakan tanah wakaf H Timbang tahun 1995 lalu.
"Ini bagus biar semuanya tahu bahwa sertifikat lahan ini dua hektare dan kita diwakaf oleh H Timbang dan ada bukti otentik keabsahan dari status lahan ini," tegasnya.
Jayani mengungkapkan terkait perobohan bangunan di samping masjid, ia menegaskan tidak ada pengurus masjid melakukan hal itu melainkan masyarakat sekitar. Dengan pertimbangan bangunan sudah tak layak hingga dikhawatirkan anak-anak bisa tertimpa bangunan.
"Yang merobohkan bukan pengurus masjid dan itu dilakukan masayarakat. Dirobohkan karena goyang dan takut roboh terlebih sempat tertimpa pohon dan lebih takut lagi dikuatirkan bisa menimpa anak-anak," pungkasnya.
Sementara itu, Junaidi mengatakan ia melakukan pemortalan karena merasa direndahkan sebab bangunan yang ia dirikan dirobohkan dengan sengaja. Alat-alat dan material bangunan dicuri dan hilang.
"Saya merasa dibongkar harga diri ini, luas yang disengketa pun hanya 30x50 dan ada dokumen pendukung maka itu akan diproses lebih lanjut yakni melalui jalur hukum. Saya yakin menang karena memiliki bukti," ucapnya.
Junaidi menambahkan tidak memiliki niat untuk mengganggu ibadah atau kegiatan di masjid. Namun hal itu dilakukan agar persoalan sengketa bisa segera diselesaikan secara baik-baik sesuai aturan berlaku.
"Saya gak ada niat lain selain masalah tanah ini, termasuk tidak pula menganggu atas nama adat walaupun ada daun sawang. Itu hanya simbol saja bukan hinting," pungkasnya. (daq/vin)