PANGKALAN BANTENG - Usai menjalani pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan terhadap anak angkat, Suentini langsung dititipkan di Lapas Pangkalan Bun. Tersangka tidak ditahan di Polsek Pangkalan Banteng lantaran belum adanya ruang tahanan khusus perempuan. Sementara itu RW (5), korban kekerasan ibu angkat, akan dititipkan di panti asuhan.
”Tersangka kita titipkan di Lapas Pangkalan Bun, dan selama proses hukum, RW kita titipkan di panti asuhan,” ujarnya, Kamis (5/11) siang.
Bocah lima tahun itu sudah tak ingin lagi tinggal dengan keluarga tersangka. Kepolisian juga sulit mencari tahu keberadaan orang tua kandungnya.
”Kalau tidak ada yang mengadopsi, kemungkinan akan tetap ditampung di panti asuhan,” katanya.
Penyesalan tersangka penganiayaan kini sudah terlambat. Diharapkan kejadian tersebut menjadi pelajaran kepada semua orang tua yang memiliki anak kecil agar tidak mudah tersulut emosi hingga akhirnya melakukan penganiayaan.
”Anak nakal boleh dimarahi, tapi jangan sampai ada kekerasan fisik. Jika sampai menyebabkan trauma mendalam dikhawatirkan dimasa depan sang anak juga akan berperilaku sama akibat apa yang pernah diterimanya,” katanya.
Dalam kasus penganiayaan tersebut, Imam Sahrofi kembali mengingatkan bahwa tindakan kekerasan dalam rumah tangga itu ada sanksi hukumannya. Siapapun yang mengetahui kejadian KDRT terutama yang menjadi korban adalah anak-anak, semua orang berhak melapor.
”Anak-anak itu dilindungi negara, jadi jika mereka menjadi korban kejahatan maka semua orang yang tahu kejadian tersebut, berhak melapor ke aparat kepolisian,” imbaunya.
Selain itu, keharmonisan dalam berumah tangga juga sangat berpengaruh dalam pola asuh anak-anak. Sebab dalam kasus penganiayaan RW ini, tersangka mengaku kesal dan sering bertengkar dengan suami sehingga kemarahannya dilampiaskan kepada sang bocah.
”Pengakuannya memang sering cekcok rumah tangga, dan bisa jadi RW ini menjadi pelampiasan kemarahan tersangka,” katanya. (sla/yit)