PALANGKA RAYA- Pengakuan tersangka tersebut oleh sejumlah kalangan dinilai agak janggal. Pasalnya, melakukan tindak kriminal dengan skala besar yang menyita perhatian orang banyak tersebut, perlu keberanian dan perencanaan matang. Risiko yang ditimbulkan juga sangat besar, tak sebanding dengan uang sebesar Rp 500 ribu dan seluler.
Dari berbagai sumber yang dihimpun Radar Sampit, kejanggalan itu di antaranya, latar belakang pelaku, terutama Sry yang merupakan korlap wartawan dan wiraswasta. Profesi wartawan selama ini dikenal memiliki jaringan luas, sehingga perlu pertimbangan matang untuk melakukan tindakan kriminal yang berpotensi taruhan nyawa jika kepergok saat beraksi di lapangan.
Warga yang geram bisa saja main hakim sendiri. Dari berbagai kasus kriminal yang berhasil diungkap aparat, pertimbangan besarnya risiko menjadi penentu besaran upah yang diterima, sehingga seseorang berani bertindak kriminal. Selain itu, upah sebesar itu tak sebanding dengan nilai kerugian yang ditaksir mencapai belasan miliar rupiah.
Ketua Bidang Studi dan Riset Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) Kalteng Sabian Usman mengatakan, kepolisian hendaknya diberikan waktu yang cukup untuk mengungkap kasus pembakaran gedung sekolah dasar di Palangka Raya.
”Margin eror kebakaran beruntun tersebut adalah suatu yang kebetulan atau tidak disengaja sangat kecil. Kebakaran beruntun dan semuanya diarahkan ke sekolah dasar, menunjukkan indikasi kesengajaan dan sistematis. Ini yang harus diungkap aparat kepolisian," tegas Ketua Bidang Studi dan Riset FKPT Kalteng Sabian Usman.
Pria bergelar doktor ini menuturkan, faktor ekonomi memang bisa menjadi pemicu seseorang melakukan tindakan melawan hukum. Namun, kasus pembakaran sekolah dengan motif ekonomi menjadi pertanyaan bagi masyarakat. Pasalnya, di Palangka Raya masih banyak pekerjaan yang dapat menghasilkan uang lebih besar daripada upah itu.
”Hendaknya aparat tidak menyimpulkan terlalu dini motif pembakaran sekolah tersebut. Memang impitan ekonomi dapat menjadikan seseorang melakukan tindakan melawan hukum. Tapi, saya kira ada motif lain, karena ini dilakukan terencana dan sistematis. Bahkan, dalam satu hari ada dua sampai empat sekolah yang dibakar," katanya.
”Akan menjadi pertanyaan, di kota yang masih mudah mencari pekerjaan, ada warga yang mau membakar hanya karena upah Rp 500 ribu,” tambahnya lagi.
Menurut Sabian, pembakaran SD secara beruntun menunjukkan ada skenario besar yang dilakukan pelaku. Skenario tersebut tentunya bukan hanya karena faktor atau motif ekonomi semata. Aparat kepolisian harus mampu mengungkap kasus ini hingga motif sebenarnya terungkap.
”Ada skenario besar untuk membuat teror di Kalteng, khususnya Palangka Raya. Kalau ini hanya motif ekonomi, pelaku cenderung hanya melakukan satu kali. Itu pun karena keterpaksaan. Namun, ini dilakukan beruntun dan berulang di tiga sekolah dasar. Jadi, jangan buru-buru disimpulkan sebagai motif ekonomi," ucapnya.
Sabian menambahkan, FKPT Kalteng telah melakukan riset di Kalteng terhadap pencegahan teroris. Namun, berdasarkan riset, belum ada yang mengarah bahwa Kalteng jadi target kelompok teroris.
Pakar Hukum Pidana Aristoteles mengatakan, kasus tersebut harus didalami lagi, termasuk alasan tersangka yang melakukan aksi tersebut karena alasan ekonomi. ”Apakah benar karena ekonomi dan apakah juga benar karena disuruh? Mungkin saja ada hal lain yang mendorong terjadinya tindak pidana tersebut,” katanya.
Dia menegaskan, pengusutan kasus tersebut tidak hanya berpatokan pada pengakuaan tersangka. Harus didalami lagi, karena tidak menutup kemungkinan akan ada petunjuk lain yang memungkinkan pelaku sebenarnya bisa secepatnya terungkap. Dari sisi kriminologi, semua kemungkinan bisa saja terjadi, apalagi dalam kasus demikian.
”Apakah benar mereka diberi upah untuk melakukan pambakaran atau tidak? Kan pengembangannya dari sini kita mencari motif-motifnya. Artinya, motif sebetulnyalah yang harus dicari,” tandasnya.
Sementara itu, kasus tersebut membuat sejumlah sekolah khawatir kejadian serupa terulang. Pengamanan sekolah diperketat untuk mencegahnya.
”Kami terus melakukan penjagaan juga. Tentu kita tidak ingin jadi korban selanjutnya,” kata staf administrasi tata usaha SDN 6 Bukit Tunggal Fajar Abdullah. (daq/sho/arj/rm-80/ign)