PANGKALAN BUN – Banyak bangkai ikan mengapung di Sungai Arut. Ini terjadi sejak air sungai berubah dari cokelat menjadi jernih kehijauan akhir pekan lalu.
Bencana lingkungan ini memunculkan keprihatinan sejumlah pihak, di antaranya Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kobar, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kobar, dan mahasiswa Jurusan Perikanan Universitas Antakusuma (Untama). Mereka mewujudkan keprihatinannya dengan melakukan aksi nyata bersih Sungai Arut, Rabu (11/11).
Bersih sungai dibagi dalam dua kelompok. BLH menyisir sungai menuju hilir, sedangkan DKP bersama mahasiswa menuju hulu Sungai Arut. Dengan membawa jaring ikan dan karung, mereka memungut ikan yang mati.
Kepala BLH Fahrizal Fitri mengatakan, banyak bangkai ikan milik petani keramba yang dibuang ke sungai. Karena itu, pihaknya berusaha mengambil lagi bangkai ikan agar tidak menimbulkan masalah baru.
Pihaknya akan melakukan pembinaan kepada para petani-petani keramba Sungai Arut untuk tidak melakukan pembuangan ikan-ikan mati ke sungai. Bangkai ikan menimbulkan aroma tidak sedap atau bau yang menyengat.
"Tentunya dengan adanya pembuangan ini menimbulkan aroma yang tidak sedap bagi masyarakat yang bermukim atau memanfaatkan air Sungai Arut ini," katanya.
Fitri menyarankan kepada para petani keramba untuk memgumpulkan ikan yang mati dan menguburkan di daratan. Jika ada ikan yang mati dalam jumlah besar, BLH akan berkoordinasi dengan Dinas Pelerjaan Umum (DPU) untuk melakukan pengangkutan.
"Nanti kita akan berkoordinasi untuk melakukan pengangkutan ikan-ikan yang mati itu kita akan kumpulkan bersama, sehingga dampak pencemarannya jadi minim," ujar Fitri.
Menurut Fitri, BLH menyarankan kepada para petani untuk bisa melihat perubahan alam. Masa transisi pada musim kemarau ke musim hujan biasanya terjadi perubahan kualitas air yang bisa mempengaruhi kehidupan ikan di keramba.
"Hal ini harus dipahami oleh para petani keramba, agar hal ini bisa disiasati bahwa pada rentang waktu yang sangat riskan tentang budidaya ikan. Kalau bisa, saat ini tidak melakukan budidaya dan memilih ikan-ikan yang lebih kuat terhadap perubahan ini," jelas Fitri.
Menurutnya, perubahan sungai karena faktor kebakaran lahan. Sisa kebakaran hanyut ke sungai saat hujan lebat. "Efek kebakaran tidak hanya sesaat. Salah satunya penurunan kualitas air sungai. Proses dari pembakaran terbang ke angkasa dan saat musim hujan turun menjadi hujan asam," terang Fitri.
Bupati Kobar Bambang Purwanto membantah bahwa terjadinya perubahan kualitas Sungai Arut yang mengakibatkan kematian pada semua ikan disebabkan oleh pengaruh pembakaran lahan dan hutan.
"Dari zaman bahari (dulu) juga ada pembakaran lahan, tapi tidak menyebabkan kematian ikan separah ini," ujar Bambang, saat ditemui di ruangannya.
Bambang menjelaskan, hasil uji laboratorium BLH dan DKP sudah disampaikan, namun Bambang meminta untuk mengecek kembali ke Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin. Hal itu perlu dilakukan karena butuh keakuratan yang kuat untuk keputusan yang diambil nantinya.
"Untuk sementara memang ada unsur yang masuk ke situ, tapi ini belum secara detail. Makanya saya minta DKP ke Unlam, BLH saya minta ke Pontianak," kata Bambang.
Dirinya sempat didatangi para petani keramba yang sudah habis ikannya. Pemkab akan membantu benih ikan tahun depan. Kalau hasil lab sudah keluar, akan kita ikuti hasil lab tersebut. Apakah limbah keluarga, apakah limbah tambang, kalau dari sawit sudah ada rekayasa teknologi," ujar Bambang. (jok/yit)