Minyak CPO pernah tumpah di terminal khusus milik PT Surya Mentaya Gemilang. Hingga kini, tidak ada perbaikan sarana dan prasana. Wakil rakyat pun mempertanyakan peran pengawasan pemerintah daerah dan regulator pelabuhan.
RADO, Sampit
Rombongan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur terkejut saat kondisi terminal khusus milik PT Surya Mentaya Gemilang. Kondisi pelabuhan yang sudah beroperasi 20 tahun itu tidak seperti yang diperkirakan. DPRD Kotawaringin Timur mendesak pemerintah daerah bersama KSOP setempat menyikapi kondisi tersus yang terkesan asal asalan itu.
"Sudah beroperasi hampir 20 tahun, tapi kondisinya seperti bukan pelabuhan. Tidak ada bangunan dermaga seperti pelabuhan pada umumnya," kata Ketua Komisi IV DPRD Kotawaringin Timur Dadang H Syamsu saat meninjau terminal khusus di Desa Cempaka Mulia Barat, Kecamatan Cempaga.
Dadang datang bersama Sekretaris Komisi IV Nadie serta anggota Komisi IV Handoyo J Wibowo dan Pardamean Gultom. Saat rombongan datang, pimpinan perusahaan pemilik tersus tersebut tidak ada di tempat karena sedang berada di luar daerah. Sebelumnya, kunjungan tersebut sudah disampaikan kepada pihak perusahaan. Kunjungan ini merupakan bagian dari pantauan lapangan sekaligus menyerap aspirasi terkait rencana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Detail Tata Ruang Kabupaten Kotim tahun ini.
Selain itu, kunjungan ini sekaligus pengawasan bidang kepelabuhan karena ada informasi banyak pelabuhan di Kotim belum memenuhi standar. Rombongan Komisi IV diterima oleh perwakilan perusahaan bernama Aulia dan Amat yang merupakan koordinator lapangan. Aulia menjelaskan bahwa tersus tersebut tidak mempunyai usaha pokok, tetapi melayani bongkar muat CPO (crude palm oil) atau minyak sawit mentah milik grup perusahaan besar swasta perkebunan kelapa sawit.
Dalam sebulan, tersus yang berada di pinggir Sungai Cempaga ini melakukan pengiriman puluhan ribu ton CPO yang dimasukan ke dalam tongkang besar. Mereka juga mengaku operasional tersus mendapat pengawasan dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sampit yang rutin memeriksa setiap bulan.
"Terakhir muat sekitar 15 hari lalu. Kondisinya memang seperti ini dan selama ini berjalan lancar. Sebenarnya ada rencana mau dibuat bagus dengan menggunakan kayu ulin, tapi ada informasi bahwa mereka (mitra kerja) mau membikin tersus sendiri, makanya belum dilaksanakan karena takutnya setelah kami membuat dermaga, malah tidak ada kontrak," kata Aulia.
Anggota Komisi IV Handoyo J Wibowo menilai tersus ini tidak seperti laiknya sebuah tersus. Hanya terlihat beberapa pilar sebagai penahan tongkang saat merapat, sisanya langsung menyentuh tanah bantaran sungai. "Kondisinya ini tidak terlihat bentuk dermaga. Kondisinya tidak berubah seperti saat terjadi CPO tumpah ke sungai beberapa tahun lalu. Saat itu saya juga memantau ke sini," kata Handoyo.
Anggota Komisi IV Pardamean Gultom menyoroti tidak adanya tangki penyimpanan minyak mentah sawit. Seharusnya tangki penyimpan itu disiapkan sesuai aturan. "Seharusnya ada 'tank storage' (tangki penyimpanan), dipakai atau tidak. Operasional tersus ini wajib mematuhi aturan yang ditetapkan pemerintah," kata Gultom.
Sesuai aturan, terminal khusus dan TUKS dibangun dan dioperasikan, hanya bersifat menunjang kegiatan pokok perusahaan. Pembangunan pelabuhan hanya bertujuan untuk menunjang usaha pokok dari perusahaan tersebut seperti pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal. Menurutnya, tarsus milik PT Surya Mentaya Gemilang ini memiliki catatan hitam selama operasional. Salah satunya tahun 2017 lalu menumpahkan ribuan liter CPO ke Sungai Cempaga. Waktu itu penyelesaiannya tidak diketahui. Akibat tumpahan CPO, sungai tercemar hingga ke muara Sungai Cempaga.
“Yang jelas kami akan agendakan untuk memanggil pemerintah daerah, serta instansi vertikal, termasuk Dinas Lingkungan Hidup Kotim. Bagaimana bisa terbit AMDAL di pelabuhan seperti itu,” tandasnya. (ang/yit)