SAMPIT – Penambangan galian C yang diduga ilegal di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu, berpotensi mewariskan bencana di masa depan. Pasir yang dikeruk dan hutan yang dirambah, membuat daya tangkap air kian menipis. Bencana besar tak bisa terelakkan apabila kondisi tersebut terus dibiarkan.
”Kerusakan alam yang semakin parah di Kotim jangan dibiarkan. Jika dibiarkan, tidak menutup kemungkinan kejadian banjir besar di Kalimantan Selatan (beberapa waktu lalu) nanti juga terjadi di Kotim,” kata Ketua LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Arsusanto, Minggu (7/3).
Menurut Arsusanto, banjir besar seperti di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu terjadi karena tingkat kerusakan alam yang sangat tinggi, salah satunya disebabkan aktivitas penambangan ilegal tanpa memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup. ”Apakah mau 20-30 tahun ke depan mengalami hal serupa? Selalu jadi langganan banjir,” ujarnya.
Arsusanto mendesak aktivitas galian C yang diduga tanpa izin tersebut diproses hingga tuntas. Apalagi jika terbukti ilegal. Untuk menelusuri legalitas izin tersebut dinilai tak sulit.
”Tinggal bawa koordinatnya. Cek ke lapangan dan kroscek lagi ke Dinas ESDM (energi dan sumber daya mineral) provinsi, karena di sana semuanya terdaftar dan terdata secara jelas, mana yang berizin dan tidak berizin,” katanya.
Arsusanto menuturkan, apabila galian C itu ilegal, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum kecolongan besar. Pasalnya, mustahil aktivitas dengan menggunakan alat berat itu tidak diketahui.
”Terlalu lucu aktivitas penambangan yang bermain dengan alat berat dan ratusan armada truk itu tidak diketahui punya izin atau tidak. Padahal, penambang emas di tengah hutan dengan peralatan manual saja bisa diketahui, sementara (galian C di Desa Bukit Raya) ini hanya 200 meter dari jalan lintas provinsi tidak diketahui. Kan mustahil,” ujarnya.
Lebih lanjut Arsusanto mengatakan, aktivitas penambangan yang terjadi sejak lama tanpa tersentuh pihak terkait, bisa saja disebabkan ada kepentingan pihak tertentu di dalamnya yang juga kecipratan untung besar.
”Kalau diproses hukum, jangan hanya sampai pada operator atau orang lapangan saja. Harus bisa menyeret siapa yang ikut bermain dan dalangnya. Mengacu UU Minerba, sanksinya untuk aktivitas penambangan ilegal sangat berat. Selain tidak membayar retribusi ke daerah yang mengakibatkan kerugian keuangan, juga menimbulkan kerusakan alam karena tidak dilakukan reklamasi,” katanya.
Berdasarkan keterangan warga Desa Bukit Raya sebelumnya, penambangan galian C di wilayah itu diperkirakan telah berjalan selama sepuluh tahun lebih. Aktivitas itu meninggalkan lubang besar bekas dikeruk menggunakan alat berat.
Menurut warga desa yang meminta namanya tak disebutkan, penambangan itu bukan hanya dilakukan satu orang, melainkan ada di sejumlah titik. Selama ini, kebutuhan tanah latrit di perkebunan hingga proyek swasta dan pemerintahan, banyak mengambil dari lokasi tersebut.
Sementara itu, Camat Cempaga Hulu Ubaidillah mengatakan, hasil temuan tim terkait galian C di wilayahnya akan disampaikan pemerintah daerah. Pihaknya bersama tim telah melakukan cek ke lapangan untuk mengambil titik koordinat areal penambangan galian C tersebut.
”Kewenangan menyampaikan hasil temuan itu ada di pemerintah daerah. Kami bersama pemerintah desa sifatnya hanya mendampingi tim saja,” ujarnya.
Sebagai informasi, ada sekitar dua aktivitas penambangan galian C di Cempaga Hulu. Kedua lokasi itu merupakan tambang latrit atau tanah merah. Galian C tersebut banyak dipasok ke perkebunan, termasuk proyek pemerintah.
Sebelumnya, penambangan galian C di tengah hutan Desa Bukit Raya tersebut dihentikan paksa. Lokasi penambangan disegel oleh tim yang disebut-sebut dari Markas Besar Intelijen TNI Angkatan Darat.
Operasi penyegelan guna menghentikan aktivitas itu dilakukan secara senyap tanpa sepengetahuan aparatur pemerintahan setempat. Tim tersebut turun langsung ke lokasi. Ada dua titik yang dipasang perimeter pembatas. (ang/ign)