SAMPIT – Gugatan dua warga Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu, terhadap perusahaan tambang bauksit PT Sanmas Mekar Abadi disinyalir sebagai bentuk perlawanan penambang ilegal galian C di wilayah itu. Gugatan itu diajukan setelah galian C ilegal diusut Kejaksaan Negeri Kotim dalam sebulan terakhir.
Dua warga yang menggugat PT SMA adalah Maideli dan Durahim. Keduanya merupakan pemilik lahan galian C bermasalah yang tengah diusut jaksa. Pemilik lahan tersebut mempersilakan tanah mereka dikeruk pengusaha galian C, Richard Sunaryo, dengan kompensasi sebesar Rp 150 juta per hektare.
Belakangan, galian C tersebut jadi sorotan karena merambah hutan dan disebut-sebut beroperasi secara ilegal. Pemkab Kotim sebelumnya telah memastikan penambangan tersebut ilegal. Hal itu berdasarkan penelusuran dan pengecekan tim bentukan Pemkab Kotim dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalteng.
Aktivitas penambangan galian C ilegal tersebut pernah bermasalah dengan perusahaan tambang PT Sanmas Mekar Abadi (SMA) yang kini tidak lagi beroperasi sejak beberapa tahun silam. Galian C itu melakukan penambangan di areal perusahaan tersebut. Jaksa pun turun tangan melakukan penyelidikan dengan memeriksa sejumlah saksi.
Di tengah pengusutan jaksa, gugatan tersebut muncul. Maideli mengatakan, pihaknya mempersoalkan izin tambang bauksit yang masuk wilayah tersebut. Operasional PT SMA dikhawatirkan berdampak pada digarapnya kebun dan pekarangan masyarakat yang masuk konsesi pertambangan.
”Kami justru tidak tahu ada izin terbit di atas lahan kami. Selama ini tidak ada sosialisasi dan lain sebagainya. Lalu, tiba-tiba saja ada perusahaan tambang di lahan kami yang mengantongi izin,” ujarnya, Kamis (21/4) lalu.
Dia menuturkan, gugatan pihaknya sangat sederhana, hanya menginginkan areal lahan mereka dikeluarkan dari peta perizinan PT SMA. ”Supaya kami bisa leluasa mengelola dan membuat legalitas tanah kami tersebut,” ujarnya.
Maideli mengungkapkan, lahan mereka merupakan kebun karet yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, karena tidak produktif, maka mereka menyerahkan kepada Richard Sunaryo untuk dikerjasamakan. Richard hanya mengeruk dan melakukan pembersihan lahan. Tanah itu lalu dijual Richard sebagai timbunan.
”Setelah itu tanahnya dikembalikan kepada kami lagi dan bisa jadi tanah produktif dan ditanam kembali. Tetapi, anehnya justru lahan kami diam-diam dimasukkan izin PT Sanmas. Tidak habis pikir bagaimana bisa pemerintah menerbitkan izin, namun tidak melihat kenyataan di lapangan,” ujarnya.
Sebagai informasi, PT Sanmas Mekar Abadi merupakan konsesi tambang dengan luasan lahan sekitar 1.198 hektare dengan areal di Kecamatan Cempaga Hulu. Tambang bauksit itu belum operasional, namun rencanya dalam waktu dekat akan dilakukan produksi.
Untuk menghadapi perusahaan tambang tersebut, sejumlah warga setempat mulai menggalang dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh adat. Mereka menolak areal mereka masuk dalam konsesi tambang. (ang/ign)