PALANGKA RAYA- Sumpah secara adat Dayak yang akan dilakukan anggota DPRD Kalimantan Tengah (Kalteng) Yansen Binti dinilai belum memenuhi syarat. Pihak yang menuding Yansen terlibat dalam kasus pembakaran sekolah juga seharusnya dihadirkan.
”Sumpah adat bisa dilakukan asal orang yang menuduh dan yang tertuduh jelas. Ada. Itu penting. Kan sumpah adat ini tujuannya membela diri dari tuduhan orang. Kalau yang menuduh saja tidak ada, bagaimana bisa terlaksana?” kata tokoh masyarakat Kalteng Sabran Achmad, Kamis (24/8).
Yansen sebelumnya mengaku siap disumpah secara adat dengan konsekuensi kematian yang mengenaskan apabila benar terlibat dalam kasus itu. Apabila terbukti sebagai otak pembakaran SD, menurutnya, dia akan mati mengenaskan. Tapi, bila yang menuduh itu salah, akan menanggung risiko yang sama.
Menurut mantan Ketua DAD Kalteng ini, pihak yang menyumpah itu bukan Dewan Adat Dayak (DAD), tapi Damang. DAD hanya sebagai perantara. ”Kalau Damang sudah ada, sumpah tidak langsung dilakukan, karena ada persyaratan yang dilihat dulu. Pantas atau tidak untuk disumpah,” katanya
Sabran menuturkan, pelaksanaan sumpah harus melalui berbagai tahapan dan tidak boleh dilakukan sembarangan. Para tokoh adat dipastikan terlebih melakukan rapat untuk membentuk tim dan menentukan Damang yang akan melakukan ritual itu.
Tugas Damang, lanjutnya, menyumpah pihak yang menuduh dan dituduh dalam suatu perkara. Perkaranya pun harus jelas dan pihak terkait juga ada. Sebab, keduanya merupakan objek dari pelaksanaan sumpah tersebut.
Melihat kasus yang menimpa Yansen Binti serta rencana sumpah adat yang akan dilaksanakan, Sabran menegaskan, belum saatnya dilakukan sumpah karena beberapa persyaratan belum terpenuhi. Tidak ada orang ataupun pihak yang terang-terangan menuduh Yansen sebagai pelaku pembakaran.
”Kalau tuduhan hanya melalui berita online, apalagi tidak jelas siapa yang membuat pernyataan, saya rasa belum memenuhi syarat untuk lakukan sumpah adat. Karena saya katakan tadi, sumpah adat bisa dilakukan kalau yang menuduh dan dituduh jelas ada,” ujarnya.
Sumpah adat, lanjut Yansen, sebelumnya juga pernah dilaksanakan di Palangka Raya, yakni pada 2001 silam, ketika terjadi insiden penembakan oleh Brimob Kelapa II saat bentrok dengan demonstran di Palangka Raya. Hal tersebut memancing reaksi masyarakat, karena yang tertembak masyarakat Dayak.
”Waktu itu diselesaikan melalui sumpah adat. Polisi yang dituduh menembak hadir. Saat sidang disaksikan keluarga yang ditembak. Nah, ini contoh yang bisa dilaksanakan sidang. Orang yang menuduh ada dan yang dituduh hadir,” ujarnya.
Menurutnya, sumpah adat memang terlihat mudah. Namun, risiko yang timbul sangat besar apabila dilakukan dengan prosedur yang benar. Orang yang ternyata benar melakukan pelanggaran, akan terkena musibah. Bahkan, paling parah kehilangan nyawa.
”Kalau memang yang dituduh benar salah, akan terkena musibah. Tidak menutup kemungkinan meninggal seketika,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Harian DAD Palangka Raya Mambang Tubil mengatakan, pihaknya hanya sebagai fasilitator karena yang menjadi pelaksana adalah Damang setempat. Dia tidak mengetahui secara pasti sejauh mana persiapan yang dilakukan Damang yang akan menyumpah.
”Kalau tidak ada halangan, katanya besok (hari ini, Red) sumpah adatnya dilakukan. Kita lihat saja bagaimana nanti, karena DAD sendiri sebatas memfasilitasi tempat kegiatan,” tandasnya. (sho/ign)