SAMPIT – Dugaan manipulasi data tenaga kerja di salah satu perkebunan besar swasta (PBS) di Kecamatan Antang Kalang terendus DPRD Kotim. Selain itu, perusahaan tersebut juga dinilai mengabaikan undang-undang tenaga kerja serta tak mendaftarkan data karyawan ke BPJS Ketenagakerjaan.
Komisi III DPRD Kotim yang membidangi masalah tenaga kerja menegaskan akan memanggil pihak BPJS dan juga perusahaan bersangkutan. ”Kami menemukan data dan mulai melengkapinya, ternyata ada PBS di Antang Kalang yang mau main-main dengan peraturan. Mereka tidak mendaftarkan karyawannya di BPJS dan data karyawannya kami sinyalir dipalsukan,” kata anggota Komisi III DPRD Kotim Dadang H Syamsu, Minggu (3/9) kemarin.
Selain memanggil BPJS dan PBS bersangkutan, politikus PAN Kotim juga menyebut, DPRD akan meminta keterangan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Terpadu (DPMPTSP) Kotim. Sebab, salah satu sanksi yang dijatuhkan yakni perusahaan itu tidak diperkenankan mendapatkan layanan publik. Otomatis, perusahaan tersebut terancam tidak boleh melakukan aktivitas pengiriman CPO dan hasil turunnya keluar daerah.
”Dan juga kami tegaskan BPJS Kotim nanti juga jangan main-main atau menutupi fakta yang ada di perusahaan tersebut. Ini sudah tidak benar jika memang terbukti mengabaikan hak-hak tenaga kerja,” tegas Dadang H Syamsu.
Sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, kata Dadang, semua perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta jaminan sosial. Dalam UU 24/2011 disebutkan bahwa BPJS berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan perundang-undangan jaminan sosial nasional.
Ketidakpatuhan pemberi kerja yang dimaksud pada undang-undang tersebut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja, dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Salah satu sanksi yang diberikan atas pemberi kerja yang tidak patuh adalah tidak mendapat pelayanan publik dari pemerintah.
Besarnya iuran bagi (perusahaan) untuk BPJS Ketenagakerjaan adalah 0,24-1,74 persen dari upah yang dilaporkan oleh perusahaan untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), lalu untuk jaminan kematian (JK) berkisar 0,30 persen, Jaminan Hari Tua (JHT) berkisar 3,7 persen, dan Jaminan Pensiun (JP) 2 persen. Sedangkan besaran iuran yang ditanggung atau dikeluarkan oleh pekerja untuk JHT 2 persen dan JP 1 persen. (ang/dwi)