PANGKALAN BUN - Bupati Kotawaringin Barat (Kobar) Bambang Purwanto belum bisa memastikan penyebab matinya ikan di Sungai Arut pada 7 November lalu. Dia masih menunggu hasil uji laboratorium.
Bambang menjelaskan, sampel air Sungai Arut telah dibawa ke Laboratorium Pontianak dan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin. Hasilnya akan diketahui setelah dua pekan.
"Saya minta cek ulang sehingga datanya itu lebih valid, karena ini merupakan dasar untuk melakukan operasi," ucap Bambang, Senin (16/11).
Sementara itu, Kepala Bidang Pengolahan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Hepy mengatakan bahwa penyebab matinya ikan Sungai Arut karena hujan asam dari bencana kabut asap atau akibat dari pembakaran lahan gambut.
"Harusnya kalau faktor kabut asap dan pembakaran lahan gambut, di tempat lain juga kena, tapi ini spot-spot tertentu saja, berarti ada penyebab lain," ujar Hepy.
Hepy menjelaskan, tahun 2014 lalu sumber berubahnya Sungai Arut berasal dari Sungai Lamandau, sedangkan tahun ini berasal dari hulu Sungai Arut di Sungai Baru. Pihaknya belum memastikan apakah pencemaran ini akibat aktivitas limbah perusahaan atau akibat aktivitas pembakaran lahan gambut di Sungai Baru.
"Kalau lahan gambut dibakar, pH (derajat keasaman) pasti turun," kata Hepy.
Menanggapi hal ini, warga bantaran Sungai Arut beramsumsi bahwa matinya ikan di Sungai Arut ini akibat limbah perusahaan yang berada di hulu Sungai Arut. "Ulahnya limbah sawit di hulu sungai, kalau dari hujan asam, kenapa di sungai lain tidak mati ikannya? Kenapa hanya di Sungai Arut saja? Dari dulu juga ada pembakaran lahan gambut tapi tidak sampai separah ini ikan mati," ujar warga bantaran Sungai Arut. (jok/yit)