KASONGAN - Setelah sempat mati suri, kini Dinas Kesehatan (Dinkes) Katingan kembali mengaktifkan Komisi Penanggulangan Aids (KPA). Hasilnya, sepanjang tahun 2017 petugas berhasil menemukan lima orang penderita HIV positif baru.
Kepala Dinkes Katingan Robertus Pamuryanto mengatakan, setelah mati suri KPA di daerahnya kini mulai diaktifkan sejak 2016 lalu. Progres kerjanya cukup menggembirakan, dimana dalam rentang bulan Mei hingga November 2017, petugas menemukan lima orang yang dinyatakan positif HIV.
"Saya belum terima laporannya, apakah positif mengidap HIV atau AIDS, yang jelas Tim KPA Katingan sudah menemukan lima orang lagi tahun ini," ungkapnya, Jumat (3/11).
Menurutnya, AIDS dan HIV tidaklah sama. Secara fisik, penderita AIDS sudah kelihatan dan perlu penanganan khusus. Sedangkan HIV masih berupa virus yang menyerang imunitas dari pengidapnya.
"Klinik VCT (voluntary counseling test) adalah tempat penderita HIV untuk berkonsultasi sekaligus berobat. Jika obat dari VCT dikonsumsi secara rutin, maka bisa menekan angka penularan virus. Saya berharap klinik ini bisa dilakukan secara mobile, sehingga bisa lebih menjangkau," harapnya.
Tim KPA juga memiliki tiga bagian utama, yakni penjangkau, pendamping, dan konselor. Penjangkau ini adalah mereka yang melakukan penjaringan terhadap orang-orang yang diduga mengidap HIV. Sedangkan pendamping merupakan orang bertugas khusus untuk mendampingi pasien minum obat VCT.
"Obat ini harus rutin dikosumsi jangan sampai putus. Karena fungsinya untuk menekan virus HIV itu sendiri. Tugas pendampinglah untuk selalu mengingatkan minum obat," katanya.
Pengelola Program KPA Katingan Sutrisman mengatakan, berdasarkan data tahun 2011 hingga 2016 total ditemukan sebanyak 18 orang pengidap HIV positif diantaranya empat laki-laki dan 14 perempuan.
"Ditambah temuan terbaru lima orang tahun 2017, maka totalnya berjumlah 23 orang. Yaitu satu orang pada bulan Mei dan empat lainnya ditemukan pada periode Juni dan Juli," jelasnya.
Dari 18 orang tersebut, 10 diantaranya dinyatakan hilang sehingga tidak sempat tertangani. Kemudian dua lainnya sedang menjalani perawatan di Palangka Raya dan Jakarta.
"Sampai saat ini tersisa empat orang yang masih aktif mengosumsi obat. Sedangkan dua lainnya ada yang sudah meninggal dunia dan tidak lagi aktif selama tiga bulan ke klinik VCT. Pasien yang meninggal itu tahun 2014 lalu, dia sempat dua bulan mengosumsi obat," imbuhnya.
Sutrisman mengatakan, pengelolaan KPA di daerahnya bukan tanpa hambatan. Terutama dari sisi pengalokasian dana yang sangat minim. Selama ini pihaknya masih mendapatkan gaji di bawah standar provinsi atau sebesar Rp 1,7 juta perbulan.
"Gaji sebanyak itu memang dirasa kurang apabila dibandingkan dengan beban tugas dan banyaknya program yang harus dilaksanakan. Saya berharap, aspirasi ini bisa didengar oleh pihak-pihak terkait," pungkasnya. (agg/yit)