KASONGAN – Aturan membuka lahan tanpa bakar dikeluhkan masyarakat, terutama para petani tradisional di Kecamatan Mendawai dan Katingan Kuala. Kini mereka menuntut solusi atas regulasi tersebut.
Warga Desa Mendawai Kecamatan Mendawai Dani (39) mengatakan, sejak larangan tersebut disosialisasikan beberapa tahun lalu, kini pihaknya tidak lagi berani membuka lahan pertanian maupun ladang dengan cara membakar.
"Kalau sekarang, melihat ada asap atau api sedikit saja, aparat kepolisian langsung datang. Itulah yang membuat kami takut, karena sudah banyak kejadian dan pelakunya ditangkap," ungkapnya, Rabu (13/12).
Menurutnya, buka lahan dengan cara membakar telah menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat setempat sejak dahulu. Tanpa dibakar, maka tanaman kurang subur dan berakibat terhadap hasil panen.
"Jadi kayu atau rumput-rumput liar di ladang itu kami bakar, tujuannya untuk menyuburkan tanah. Sehingga tidak butuh pupuk lagi selama pemeliharaan. Karena dilarang membakar, kami terpaksa mengeluarkan biaya lebih besar untuk menebang pohon. Hasil produksinya kini juga tidak sebagus dahulu," imbuhnya.
Sistem berladang masih dipertahankan masyarakat lokal di Kecamatan Mendawai dan Katingan Kuala sampai saat ini. Rata-rata para petani tradisional belum memahami mekanisasi persawahan.
"Ladang kami itu berada di tanah tinggi, hutannya juga masih lebat. Sehingga tidak mungkin mendatangkan alat berat untuk buka lahan. Makanya kami butuh solusinya seperti apa," tukasnya.
Jika aparat penegak hukum memberi kelonggaran atas permasalahan itu, pihaknya berjanji bakal bertanggung jawab penuh untuk menjaga lahan saat proses pembakaran berlangsung.
"Maksudnya sistem bakar, bukan hutannya langsung dibakar. Tapi hanya membakar pohon tumbang yang ada di tengah ladang untuk mendapatkan arangnya. Saya berharap aspirasi ini bisa dipertimbangkan, karena menyangkut kepentingan orang banyak sebab ini bagian dari kearifan lokal dari zaman dulu," pintanya.
Akibat larangan tersebut membuat para petani sistem ladang kini pasrah. Jumlah petaninya pun semakin lama semakin berkurang. Sebab mereka takut mengambil risiko harus berurusan dengan aparat hukum bahkan dipenjara.
"Walaupun di Mendawai dan Katingan Kuala ini dikenal sentra pertanian sistem sawah, tapi masih banyak juga masyarakat berladang. Akibatnya masyarakat terpaksa membeli beras untuk kebutuhan hidup selama ini," bebernya.
Di sisi lain, kebijakan pemerintah pusat terkait larangan membakar lahan dikhawatirkan bakal mempersulit perekonomian masyarakat. Apalagi harga komoditas karet sejauh ini masih sangat murah dan tidak dapat diandalkan lagi.
"Dulu masyarakat sejahtera karena usaha kayu, bekerja menambang emas kini juga dilarang. Bila masyarakat tidak berladang, dikhawatirkan bibit padi lokal masyarakat Dayak akan punah. Karena tidak ada lagi yang membudidayakan dengan berladang," pungkasnya. (agg/yit)