SAMPIT – Bencana kabut asap akibat kebakaran lahan mengancam Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Kondisi udara di Kota Sampit mulai memburuk, terutama saat malam hari. Sejumlah warga mengeluhkan asap di sejumlah kawasan yang membuat sesak napas dan mata pedih.
”Sekitar pukul 19.00 asap mulai muncul. Kurang tahu asap itu dari mana dan berasal dari apa. Ini terasa saat melintas di sepanjang Jalan HM Arsyad Sampit. Bau asap cukup menyengat. Mata juga agak perih,” kata Rahmad, warga Kecamatan Mentawa Baru Ketapang, Senin (28/1).
Kondisi ini dirasa cukup mengkhawatirkan. Padahal, di Kotim masih musim penghujan. Keberadaan asap malam hari diyakini sebagai imbas pembakaran lahan yang mulai marak beberapa waktu belakangan karena hujan yang jarang turun.
Data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kotawaringin Timur, dalam dua pekan terakhir, sudah lebih dari enam kebakaran lahan yang terjadi di Kotim. Lokasinya tersebar di sejumlah wilayah (lihat grafis).
”Padahal ini masih musim penghujan, tapi sudah ada yang membakar lahan. Makanya tak bisa lengah. Meski musim penghujan, masyarakat tetap tidak dibolehkan membakar lahan,” kata Plt Kepala DPKP Kotim Rihel.
Badan Meteorologi Klimatolgi dan Geofika (BMKG) Stasiun H Asan beberapa hari lalu sebelumnya memprediksi, dalam pekan ini akan terjadi hujan disertai angin. Bahkan, menurut BMKG, curah hujan terbilang tinggi.
Kepala BMKG Stasiun Haji Asan Sampit Nur Setiawan mengatakan, berdasarkan pendataan, musim hujan di Kotim terjadi hingga Maret mendatang. Namun, dalam sepekan ke depan, akan turun hujan lebat disertai angin kencang, terutama pada sore hingga malam hari.
”Intensitas per harinya terjadi dari 75-100 milimeter per hari. Hal ini dikategorikan tinggi. Untuk itu, masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan harus lebih waspada,” kata Setiawan, Selasa (23/1) lalu.
Musim hujan di Kotim diprediksi terjadi hingga April mendatang. Puncaknya pada Maret. Memasuki Mei, sudah mulai mengalami penurunan curah hujan. Daerah yang rawan terjadi banjir diminta tetap waspada, meskipun saat ini sudah mulai surut. Namun, hujan dengan intensitas tinggi dapat kembali terjadi.
Kondisinya saat ini pada pagi hingga siang terjadi panas. Sore hingga malam akan terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga deras yang kadang disertai angin kencang. Kecepatan angin sekitar 15-20 knot antara 28-40 km/jam lebih cepat dibandingkan bulan-bulan biasanya.
Ratusan Hektare Terbakar
Sementara itu, sekitar 200 hektare lahan di Desa Babirah, Kecamatan Pulau Hanaut, habis diamuk api pada 25 Januari. Akibat kejadian itu, warga sekitar yang memiliki kebun kepala sawit dan tanaman lainnya merugi ratusan juta. Meluasnya kebakaran itu juga akibat alat pemadam desa tidak bisa dipinjam karena kadesnya tak ada di tempat.
Menurut Oyong alias Sukardi, warga desa setempat, kebakaran tersebut terjadi pada Kamis (25/1) siang, sekitar pukul 11.00 WIB. Api baru padam sekitar pukul 19.00 WIB, setelah menghanguskan kebun dan ladang masyarakat sekitar 200 hektare. Api bisa dikendalikan setelah sebagian dipadamkan secara manual oleh pemilik kebun.
Hanya sedikit lahan warga di areal Handil Teladan hingga Handil Pandan yang tersisa. Api dengan cepat menghanguskan lahan tersebut, mengingat kawasan sekitar selain ada beberapa lahan kosong. Selain itu, ada juga ladang dan kebun sawit warga.
”Kebun sawit warga dan padi yang baru tumbuh habis terbakar. Sawit itu diperkirakan sekitar 1.500 pohon. Sebagian ada yang sudah buah pasir. Kalau padi cukup banyak milik warga sini," katanya, Senin (29/1).
Menurutnya, kebakaran tersebut terjadi akibat ulah salah seorang warga yang sengaja membakar lahan untuk berkebun. Warga tersebut tidak bisa mengendalikan api dan menghanguskan kawasan perkebunan dan pertanian warga sekitarnya. Sepanjang irigasi primer Handil Teladan nyaris habis dilalap. Bahkan, pondok kecil pun ikut terbakar.
Pantauan Radar Sampit, warga yang terkena dampak kebakaran lahan sebagian masih mengharapkan agar tanaman kelapa sawit yang sudah berbuah pasir, bisa kembali hidup dan tumbuh.
”Sebenarnya, kalau alat pemadam digunakan waktu itu, mungkin tidak sebanyak ini yang terbakar. Api dimatikan dengan cara manual saja. Alat pemadam dibiarkan di gudang," ujar Didi, warga setempat.
Untuk mencapai lokasi kebakaran itu memerlukan waktu lama. Perjalanan menuju lokasi harus melalui pinggir Sungai Mentaya dengan medan cukup berat. Dari pelabuhan warga di Desa Sebamban, menyeberang sungai dan turun di pelabuhan kecil.
Kemudian, harus menempuh perjalanan darat sekitar tiga kilometer. Akses jalan terputus hingga harus melalui jalur irigasi menggunakan kelotok kecil, bersamaan dengan kondisi air mulai surut. Perjalanan itu memakan waktu sekitar 20 menit, baru tiba di hamparan bekas kebakaran hebat itu.
Anggota DPRD Kotim Roy Lumban Gaol yang langsung turun memantau lokasi mengatakan, warga mengalami kerugian materil sangat besar akibat kebakaran tersebut. Dia mendorong agar aparat memproses kebakaran lahan di Desa Babirah.
”Kami mendorong agar aparat kepolisian segera menindaklanjuti masalah ini, karena banyak kebun warga yang jadi korban. Bukan hanya sawit saja, namun padi warga juga,” kata Roy.
Dia menyesalkan meluasnya kebakaran akibat minimnya tanggapan aparatur desa setempat. Padahal, desa sudah disediakan alat pemadam kebakaran yang seharusnya bisa mencegah kebakaran meluas.
”Kami menyayangkan ini sampai terjadi. Apalagi di desa ini ada alat pemadam kebakaran, mengapa tidak digunakan?" ucapnya.
Menurut Roy, alat pemadam tersebut dibeli dengan dana desa. Pemanfaatannya digunakan untuk kebutuhan warga. Apalagi jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran sampai seperti ini. Harusnya, jika alat itu digunakan, lahan yang habis tidak seluas itu.
”Makanya, dari dulu saya berulang kali ingatkan pemerintah daerah, tolong awasi segala bentuk peralatan yang dibeli dengan dana desa. Kalau alat dibeli dengan dana desa, tentu yang memanfaatkannya masyarakat setempat," katanya. (oes/ang/ign)