SAMPIT-Anggota Komisi II DPRD Kotim, Dani Rakhman menilai, konflik lahan antara perusahaan perkebunan dengan sejumlag masyarakat, salah satunya karena ada kesenjangan dari aspek ekonomi yang sangat menonjol. Menurutnya, ini akibat kepedulian dan hadirnya perkebunan tidak lagi sebagai media untuk ikut mensejahterakan masyarakat, namun untuk memperkaya para pengusaha sendiri.
"Konflik perkebunan dengan masyarakat ini saya lihat salah satunya karena faktor kesenjangan ekonomi dan kesejahteraan yang begitu mencolok. Akibatnya masyarakat mulai sadar, bahwa investasi itu justru tidak berdampak apa-apa terhadap kehidupan mereka, "ujarnya, kemarin.
Dani melanjutkan, investasi saat awal masuk ke Kotim ini dianjurkan bisa membawa kepada masyarakat yang sejahtera dan mapan secara ekonomi. Dikatakan pula, boomingnya aktivitas perkebunan ini muncul setelah tahun 90an atau setelah hilangnya era kejayaan usaha perkayuan.
"Seingat saya, awalnya masyarakat ini welcome dengan investor karena dari pemerintah juga sudah menjanjikan bahwa hadirnya investor untuk membangun ekonomi dan kesejahteraan di masyarakat. Sayangnya, di tataran praktiknya itu tidak terjadi, justru sebaliknya perusahaan belakangan ini justru dianggap sebagai rivalnya masyarakat, "papar Ketua Fraksi Partai Demokrat ini.
Pria yang akrab disapa Deden ini juga mengatakan, ketegasan pemerintah daerah saja yang bisa membendung dan mencegah konflik terbuka antara warga dan investor. Salah satunya menyelesaikan persoalan yang selama ini jadi senjata dan tuntutan warga kepada pihak perkebunan. Misalnya, seperti soal ganti rugi lahan, ketersediaan plasma kepada warga sekitar yakni 20 persen dari HGU yang dimiliki.
"Begitu juga dengan program CSR, selama inikan sangat tidak tepat sasaran. Masyarakat tidak merasakan secara langsung dibangunnya ikatan emosional antara perkebunan dengan warga sekitar. CSR cenderung asal dilaksanakan saja, tidak lagi sesuai dengan tujuan awal untuk membangun komunikasi yang baik dengan warga di sekitar investasi tersebut, "ujarnya.
Diakuinya, bahwa investasi itu memang mahal harganya. Bahkan satu perkebunan saja bisa menelan triliunan rupiah dananya. Tapi tambah Deden, apalah artinya investasi triliunan di depan mata, jika masyarakat setiap hari selalu bertikai dengan para pemodal.
"Sekarang zamannya jauh dari kata aman, damai dan tentram, setiap hari selalu ada gesekan panas di tengah masyarakat yang terjadi, "tandasnya. (ang/gus)