SAMPIT – Tingginya curah hujan beberapa hari terakhir mengakibatkan tanaman sayur rusak. Kelebihan pasokan air membuat tanaman layu dan mati. Kondisi ini diperparah dengan angin kencang.
Kerusakan tanaman sayur dialami Ma’naji, petani sayur di Jalan Teratai 4 Sampit. Sawi, kangkung, bayam, dan bawang prei tidak dapat dijual lantaran rusak.
“Kalau hujan gini ya rugi. Sudah produksinya menurun, harganya juga tidak bisa naik,” ucap Ma’naji, Senin (12/3).
Meskipun hujan dapat meringankan tugasnya untuk mengairi lahan, tapi jika kelebihan air justru merugikan. Dia juga harus mengalokasikan dana lebih untuk pupuk yang larut oleh air hujan.
Kejadian serupa juga dialami Asmuna, petani sayur di lokasi yang sama. Dirinya menanam selada, kangkung, bayam, dan sawi. Dirinya memilih sayur itu lantaran masa panen yang tidak terlalu lama, yaitu sekitar 40 hari.
“Kalau selada masih agak kuat terkena angin. Soalnya dia kan pendek-pendek. Beda sama sawi yang tinggi, mudah rusak,” katanya sambil mengikat bayam di dalam pondok.
Menurutnya, kangkung dan bayam masih bisa bertahan di musim penghujan. Hasil panennya juga lebih bagus dibandingkan dengan sawi. Serangan ulat juga datang menyerang tanaman sawi saat musim hujan.
Alih-alih mendapat untung lebih, dirinya harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli obat pemberantas ulat. Harga sayur yang hanya Rp 1.500 hinga Rp 3.000 per ikat tidak sebanding dengan obat pembasmi ulat seharga Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu.
Para petani itu berharap agar intensitas hujan di musim ini tidak terlalu tinggi. Serta, harga jual sayur dapat merangkak naik untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. (rm-88/yit)