PANGKALAN LADA-Beragam cara dilakukan untuk mengembangkan peternakan sapi, antara lain melalui perbaikan kualitas genetik. Namun, langkah tersebut seringkali terhambat karena sulitnya memperoleh anakan berkualitas unggul.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kobar, Rosihan Pribadi mengatakan saat ini para peternak sapi di Kabupaten Kobar tengar gencar melakukan metode pengembangbiakan sapi dengan Transfer Embrio.
“Teknologi ini merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB) yang paling sering diterapkan pada ternak sapi,”ujarnya di Pangkalan Lada, Kamis (19/7).
Menurutnya, dengan Transfer Embrio maka salah satu kendala pengembangan ternak sapi yakni hambatan perbanyakan betina kualitas unggul bisa teratasi. Secara alami, seekor induk hanya mampu menghasilkan satu ekor anak dalam setahun, atau rata-rata hanya mampu menghasilkan anak yang berkualitas kurang dari 8 ekor sepanjang hidupnya.
“Separuh anak biasanya pejantan. Terkait kendala itu, teknologi Transfer Embrio (TE) bisa menjadi solusi. TE ialah suatu proses mengambil (flushing) embrio dari uterus sapi donor yang telah diovulasi ganda (superovulasi) dan memindahkannya ke uterus sapi resipien (penerima) dengan menggunakan metode, peralatan dan waktu tertentu,”terangnya.
Rosihan melanjutkan, penerapan program TE melalui beberapa tahapan. Dimulai dengan pemilihan sapi donor dan resipien, sinkronisasi birahi, superovulasi, inseminasi, koleksi embrio, penanganan dan evaluasi embrio, transfer embrio ke resipien sampai pada pemeriksaan kebuntingan dan kelahiran.
“TE memiliki kelebihan dibandingkan IB, karena hanya diperlukan waktu satu generasi (9 bulan) untuk menghasilkan bibit murni (pure breed). Sementara, target yang sama memerlukan waktu 15 tahun jika dilakukan lewat proses IB,”paparnya.
Menurutnya pengaplikasia TE mampu memberikan peningkatan perkembangan ternak bibit unggul, baik dari pejantan maupun betina. Selain itu, TE juga mampu mengurangi biaya transportasi untuk penyebaran bibit unggul serta mengurangi resiko penyebaran penyakit menular.
”TE ini tidak akan terpengaruh oleh gen dari induk yang mengandungnya. Ternak yang dihasilkan adalah murni dari induk pendonor. Dan tekonologi ini sudah mulai dikembangkan pada tahun 1990-an, namun baru beberapa tahun ini kita galakkan di Kobar,”pungkas Rosihan.(sla/gus)