PALANGKA RAYA – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Tengah (Kalteng) Ermal Subhan memastikan, pemerintah sudah menagih sejumlah perusahaan tambang yang menunggak royalti hingga Rp 600 miliar.
Dibeberkannya, setelah pemerintah melakukan penagihan, sekarang ini tersisa kurang dari Rp 150 miliar. Pemerintah melalui Dinas ESDM terus melakukan pengawasan, agar perusahaan tambang yang beroperasi di provinsi ini segera membayar royalti yang sempat menunggak.
“Itukan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), jadi tidak lagi Rp 600 miliar karena sudah kita tagih. Ini sudah berkurang jauh dan kemungkinan yang ada sekarang tersisa kurang dari Rp 150 miliar,” paparnya, Sabtu (29/9) tadi.
Ermal juga menyebutkan, perusahaan-perusahaan yang menunggak royalti ini kebanyakan beroperasi di wilayah Kabupaten Kapuas, Barito Utara, Barito Timur dan Murung Raya. Tunggakan ini terjadi karena saat perusahaan-perusahaan tambang tersebut mengirim hasil produksinya menggunakan sistem sebelumnya, di mana royalti baru dibayar setelah hasil tambang dijual.
“Kalau aturan yang baru inikan beda, bayar royalti dulu, baru boleh mengirim hasil tambangnya. Makanya untuk yang kita kelola pada 2016 dan 2017, tidak ada yang jadi piutang,” tegasnya.
Ermal juga mengatakan, perusahaan yang masih menunggak telah berjanji untuk membayar piutangnya dalam waktu tahun ini. Hanya saja, sebagian perusahaan yang mempunyai tunggakan bukan karena tidak ingin membayar, melainkan karena sebagian Izin Usaha Pertambangan (IUP) mereka sudah berakhir.
“Yang bisa ditagih royaltinya itu, yang operasi. Kalau IUPnya mati, sudah pasti tidak operasi dan itu tidak bisa ditagih. Namun yang IUP masih berlaku, tentu akan ditagih,” cetusnya.
Untuk ke depan lanjut Hermal, agar royalti dari sektor pertambangan ini meningkat, pihaknya akan melakukan pengawasan dan kontrol secara menyeluruh. Perusahaan yang masih punya piutang akan tetap dituntut untuk menyelesaikan kewajibannya, sebelum mengirim lagi hasil produksinya.
Ditambahkan Ermal, pihaknya juga mengontrol Surat Asal Barang (SAB) dari perusahaan saat melintas di pos pengawasan. Setelah SAB dinyatakan benar, maka pihak perusahaan selanjutnya diminta membayar royalti kepada pemerintah. Setelah dua tahapan tersebut selesai, maka angkutan hasil tambang perusahaan diperbolehkan melintas.
“Jadi, kalau untuk SAB dan kontrol di pos pengawasan ini sudah lama kita terapkan. SAB itu untuk melihat, apakah yang dibawa itu legal atau tidak. Setelah itu baru royaltinya yang diminta, dan kalau sudah selesai semua diperbolehkan melintas,” pungkasnya. (sho/gus)