KUALA KURUN – Keberadaan wartawan abal-abal masih menjadi penyakit kronis dalam dunia kewartawanan di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Mereka sering datang ke desa-desa untuk meraup keuntungan pribadi dengan cara memeras, khususnya ketika memasuki tahap pencairan alokasi dana desa (ADD) dan dana desa (DD).
Menyingkapi hal itu, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Gumas bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Gumas memberikan pemahaman terkait tugas pokok dan fungsi wartawan kepada ratusan kepala desa (kades), perangkat desa, BPD, dan camat se-Gumas. PWI pun menghadirkan Wakil Ketua PWI Provinsi Kalteng Bidang Hukum dan Pembelaan Wartawan Heronika Rahan sebagai pemateri, pada kegiatan rapat kerja dan evaluasi pemerintah desa di GPU Damang Batu.
”Harus kita akui, keberadaan wartawan abal-abal masih menjadi momok bagi kades, perangkat desa, dan BPD. Mereka sering menjadi sasaran oknum yang mengaku wartawan, dengan meminta sejumlah uang. Inilah yang perlu kita carikan solusi untuk menghadapinya,” ucap Heronika, Jumat (22/2) sore.
Dia menuturkan, ada cara yang perlu dilakukan untuk membedakan wartawan abal-abal dengan wartawan yang benar, yakni mengacu pada Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999, kode etik jurnalistik, dan aturan pers lain yang berkenaan dengan tugas seorang wartawan.
”Profesi wartawan dilindungi oleh negara. Dalam menjalankan tugas, seorang wartawan yang profesional tentunya mengacu pada aturan tersebut, berbeda dengan wartawan abal-abal. Namun ada stigma, bahwa seorang wartawan itu ditakuti. Inilah yang kerap dimanfaatkan oknum tertentu,” sesalnya.
Selain itu, dalam membedakan mana wartawan abal-abal dan profesional, maka dewan pers melakukan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Bagi wartawan yang tidak memiliki kartu UKW, narasumber berhak menolak untuk diwawancarai. Ini sudah diterapkan di beberapa kabupaten/kota.
”Ini artinya, Dewan Pers tidak tinggal diam dalam menyingkapi keberadaan wartawan abal-abal. Saya mendukung, apabila Pemkab Gumas menerapkan kebijakan bahwa hanya melayani wartawan yang mengantongi kartu UKW. Mereka juga bisa mengecek identitas wartawan di website dewanpers.co.id,” ujar Heron yang juga merupakan saksi ahli Dewan Pers ini.
Dia menegaskan, kepada kades, perangkat desa, dan BPD agar jangan takut ketika menghadapi wartawan abal-abal. Bila perlu, ketika menjurus ke arah pemerasan, sebaiknya dilaporkan pihak berwajib saja.
”Laporkan saja ke polisi, jika ditemukan orang yang terindikasi wartawan abal-abal. Jangan biasakan memberi mereka uang,” tegasnya.
Dia mengaku prihatin terhadap maraknya oknum tidak bertanggung jawab mengaku sebagai wartawan di Kabupaten Gumas. Akibat ulah oknum wartawan tersebut juga berdampak pada reputasi wartawan resmi. Hal seperti ini juga terjadi di daerah lain.
”Untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi, kami minta kepada kades, perangkat desa, dan BPD untuk turut serta menutup ruang gerak wartawan abal-abal, dengan selalu berkordinasi dan berkomunikasi dengan PWI Gumas,” pungkasnya. (arm)