SAMPIT – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotawaringin Timur menargetkan 2.500 bidang tanah untuk program redistribusi tanah tahun ini. Target itu ada di tiga desa dan dua kecamatan.
Desa dan kecamatan tersebut, di antaranya Desa Bandar Agung sebanyak 700 bidang, Sari Harapan 500 bidang, Bukit Harapan 500 bidang, Karang Tunggal 700 bidang, serta Kecamatan Parenggean dan Pulau Hanaut sebanyak 100 bidang. Perhitungan luasan per bidang adalah satu hektare.
”Rencanannya penyuluhan kami laksanakan bersama tim redistribusi tanah pada Maret ini, karena baru 27 Februari lalu Kanwil mengeluarkan SK penetapan lokasinya,” kata Kepala Seksi Penataan Pertanahan BPN Kotim, Misseri, Senin (11/3).
Misseri mengatakan, pelaksanaan redistribusi tanah merupakan bentuk implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Selain itu, diperluas dengan Peraturan Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.
”Program redistribusi tanah ini untuk mengadakan pembagian tanah dengan memberikan dasar pemilikan tanah sekaligus memberi kepastian hukum hak atas tanah kepada subjek yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat memperbaiki serta meningkatkan keadaan sosial ekonomi subjek redistribusi tanah,” jelasnya.
Berbagai tahapan mulai dipersiapkan, yakni melakukan koordinasi dengan aparat kelurahan setempat. Kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan penyuluhan. ”Rencananya, Maret ini sudah mulai penyuluhan dengan target kalau bisa langsung semua desa kami jalani dalam satu hari,” ujarnya.
Redistribusi tanah, lanjutnya, merupakan program BPN dengan mengeluarkan sertifikat tanah secara gratis yang difokuskan di perdesaan dengan luasan minimal 3.000 bidang. Namun, dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2018, tidak menutup kemungkinan dapat diproses di kawasan perumahan, kecuali Kota Sampit.
”Prioritas kami di wilayah perdesaan, khususnya kawasan eks transmigrasi yang saat ini sudah menjadi desa defenitif yang belum memiliki sertifikat. Setelah dilakukan penyuluhan dan pendataan, masyarakat desa setempat nantinya akan dikeluarkan sertifikat secara massal melalui program redistribusi tanah,” ujarnya.
Dia menegaskan, program redistribusi tanah tidak dipungut biaya. Hanya melampirkan syarat berupa KTP domisili setempat dan jika ada SKT dapat melampirkan SKT. ”Program kami dibiayai dana APBN tahun ini sekitar Rp 1,2 miliar untuk 2.500 bidang dan masyarakat desa tidak akan dikenakan biaya sepersen pun,” katanya. (hgn/ign)