SAMPIT–Puluhan perusahaan skala menengah dan besar di Kabupaten Kotawaringin Timur dan Seruyan diminta mengklarifikasi terkait pemenuhan hak-hak tenaga kerja, terutama dalam memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan. Mereka diundang UPT Balai Pengawas Tenaga Kerja Sampit dalam acara Bimbingan Konsultasi dan Klarifikasi Kepatuhan Kepesertaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Perusahaan Daftar Sebagian (PDS) di Aquarius Boutique Hotel Sampit, Kamis (5/9).
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kalteng Rivianus Syahril Tarigan melalui Plt Kepala UPT Balai Pengawas Tenaga Kerja Sampit Meylan Prianto mengatakan, setiap badan usaha diwajibkan menerapkan K3. Badan usaha juga wajib melaporkan kondisi ketenagakerjaan sebagaimana diatur Undang Undang Nomor 7 Tahun 1981.
Menurutnya, Disnakertrans Kalteng banyak menerima laporan masalah pengupahan. Misalnya upah kurang, sistem premi, kerja lembur, dan penerepan UMK. Terkait masalah ini, maka Disnakertrans Kalteng perlu melihat, memahami, memeriksa, dan mengklarifikasi terkait sistem pengupahan di beberapa perusahaan.
”Sesuai Permenaker No 33 Tahun 2016, pengawas ketenagakerjaan bisa meminta dan melihat sistem payroll di masing-masing badan usaha,” kata Meylan.
Perlu ditegaskan juga bahwa pemberi kerja berkewajiban melindungi pekerjanya melalui program jaminan sosial, mulai dari jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JKm), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP), dan jaminan kesehatan nasional (JKN).
”Kegiatan hari ini merupakan salah satu bagian dari kewajiban pemerintah dalam hal pembinaan pengawasan ketenagakerjaan di bidang norma kerja, norma pengupahan, dan norma jaminan sosial ketenagakerjaan. Di sini hadir empat pengawas yang akan melakukan klarifikasi dan pembinaan kepada pemberi kerja,” ucap Meylan.
Pada kesempatan yang sama, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sampit Mulyono Adi Nugroho mengatakan, ada sejumlah badan usaha skala menengah dan besar yang masuk dalam kategori PDS, baik PDS program, PDS tenaga kerja, maupun PDS upah. Padahal, badan usaha ini wajib mendaftarkan semua pekerja dalam program JKK, JKm, JHT, maupun JP. Pemberi kerja juga wajib melaporkan upah sesuai dengan yang dibayarkan kepada pekerja.
Nugroho menjelaskan, PDS program diantaranya badan usaha hanya mengikutkan pekerjanya ke dalam dua program atau tiga program jaminan sosial. Sedangkan contoh PDS upah adalah ketika perusahaan melaporkan bukan upah riil atau lebih kecil dari yang diterima oleh pekerja.
”Contoh kasus PDS tenaga kerja adalah kasus kebakaran pabrik petasan yang ternyata yang jadi peserta BPJS hanya sebagian karyawan. Akhirnya yang dirugikan keluarga yang ditinggalkan,” jelas Nugroho.
Nugroho mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan mendeteksi beberapa perusahaan besar yang belum mendaftarkan tenaga kerjanya pada program JP. Jaminan pensiun ini merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mengganti pendapatan bulanan untuk memastikan peserta dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak saat memasuki usia pensiun.
”Sehingga tidak hanya PNS dan TNI/Polri saja yang bisa menikmati manfaat pensiun. Pekerja swasta juga bisa dapat pensiun,” ucap pria yang sering berpantun ini.
Kepesertaan Program Jaminan Pensiun itu sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun dan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2013 yang menyebutkan bahwa Pemberi Kerja selain penyelenggara negara wajib mendaftarkan seluruh pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan mulai tanggal 01 Juli 2015. (yit)