Rencana penutupan lokalisasi di Kobar, juga menyebar di kalangan penghuni kawasan RT 12, Desa Sungai Pakit, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Meski mengaku pasrah, mereka menuntut solusi atau bahkan ganti rugi jika lokasi tempat mereka mencari penghasilan ditutup.
”Kalaupun akan ditutup, sebaiknya ada sosialisasi terlebih dahulu. Kalau perlu kita juga akan meminta ganti rugi. Sebab, bangunan ini kita membangun sendiri. Kalaupun yang lain ada yang menyewa, itu uang kita sendiri,” ujar salah seorang mami (mucikari), pemilik wisma di lokalisasi tersebut.
Penutupan lokalisasi, menurutnya, memang hak pemerintah. Namun ia dan teman-temannya berharap agar sisi kemanusiaan mereka dipikirkan. Sebab, yang mampu mereka kerjakan hanya membuka usaha semacam itu.
”Secara umum, saya pribadi ikut teman-teman. Kalau semua setuju ditutup, saya akan ikut. Tapi, selanjutnya, setelah penutupan, kita ingin ada pemberdayaan dari pemerintah. Jangan asal tutup, tapi tidak ada solusi,” pinta mami pemilik dua wisma ini.
---------- SPLIT TEXT ----------
Berbeda dengan mami bertubuh tambun ini. Mami lain yang sempat dibincangi Radar Sampit menolak jika lokalisasi ditutup, apalagi jika mereka sampai terusir dari wilayah tersebut.
”Kita sudah capek terus-terusan dipindah-pindahkan, sekarang malah ada rencana mau ditutup. Kita di sini sama-sama kerja untuk keluarga dan pengeluaran untuk bayar sana-sini. Setiap bulan juga sudah kami ikuti, tapi kenapa ditutup,” katanya.
Penutupan dan pengusiran, atau bahkan pemulangan para penghuni ke daerah asal bukan menyelesaikan masalah. Menurutnya, pemberdayaan agar mereka bisa beralih profesi akan lebih baik.
”Kalau ini ditutup, terus kita dipindahkan atau dipulangkan, bagaimana kita bisa terima? Modal untuk membangun saja belum kembali. Lebih baik kita diberdayakan dengan usaha lain yang lebih baik, tapi tanpa harus mengusir kita dari tempat ini,” katanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Pantauan koran ini, selain sekitar 30 lebih bangunan wisma, terdapat pula beberapa warung kopi dan warung makan, serta toko bahan kebutuhan pokok di lokasi yang terdiri dari dua jalur tersebut.
”Selama ini kita usaha warung makan dan kopi, lumayan menghasilkan. Terutama saat setelah gajian, pengunjung wisma karaoke ramai, kita juga kebagian rezeki,” ungkap pemilik warung kopi yang biasa disapa Pak Roron ini.
Sebagai penjual makanan di lokasi tersebut, Roron mengaku kehidupan di lokalisasi amat keras. Kalau pemerintah ingin menutup, dia mulai memikirkan pindah tempat dan membuka usaha di lokasi lain.
”Untuk saya sendiri, mungkin akan menurut saja apa kemauan pemerintah. Tapi, kalau memang benar ditutup, sebaikanya jangan hanya mereka (PSK dan mucikari) yang dibina dan diberdayakan, namun pedagang kecil seperti kami juga harus ikut diperhatikan,” katanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
Terkait hal tersebut, Kepala Desa Sungai Pakit, Jamhari, mengaku mendukung wacana tersebut. Namun, sebelum itu dilaksanakan, pemerintah disarankan menyiapkan langkah jitu di lapangan.
”Sebelum, saat, dan sesudah penutupan, sebaiknya ada rencana yang matang. Dari pihak desa secara umum mendukung langkah tersebut,” katanya.
Apabila penutupan sudah diputuskan, pemerintah diharapkan tidak terburu-buru. Kekhawatiran yang berkembang, bahwa setelah penutupan ada kemungkinan mereka menyebar, juga harus ditangani.
”Kalau mereka menyebar, ini yang berbahaya. Jangan sampai ingin mengatasi masalah, tapi malah timbul masalah lain,” jelasnya.
Sejak dipindahkan ke lokasi yang berada di tengah perkebunan kelapa sawit itu, 90 persen penghuninya merupakan pendatang. Mereka tinggal di lokasi tersebut hanya berdasarkan surat domisili, sehingga selain pemberdayaan kepada penduduk resmi Sungai Pakit, langkah pemulangan PSK atau mucikari yang berasal dari luar Kobar juga harus dilakukan.
”Jangan sampai mereka lolos dari pemulangan. Kalaupun tidak bersedia, mereka harus diberdayakan untuk bekerja di sektor lain. Pengawasannya juga harus diperketat,” katanya.
Pihaknya berharap, kalaupun wacana tersebut benar-benar dilaksanakan, pemerintah daerah melalui dinas terkait harus turun ke lapangan. Sebab, penutupan lokalisasi tidak bisa dilakukan secara instan.
”Dinas terkait mulai sekarang sebaiknya turun ke lapangan, kita akan bantu. Pemerintah desa akan mendukung penuh langkah pemkab,” tandasnya. (sla/ign)