SAMPIT— Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar tradisi tahunan Manuyang Anak dengan bayi sebanyak 115 peserta yang berlangsung di Islamic Center, Minggu (1/12) malam. Hal tersebut dilakukan untuk melestarikan tradisi dengan menjadikannya agenda wisata.
Wakil Bupati Kotim M Taufiq Mukri mengatakan, jumlah peserta tahun ini jauh lebih banyak dari tahun sebelumnya. Terlihat antusias peserta, dari laporan panitia peserta yang mendaftar 135 peserta, tapi yang bisa tertampung hanya 115 peserta, ini artinya masyarakat sangat antusias sekali dengan event ini.
Manuyang anak ini merupakan event pariwisata yang rutin digelar setiap tahun, saat bulan Rabiul Awal atau bertepatan dengan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Manuyang anak merupakan budaya yang lahir di kalangan masyarakat suku Dayak pesisir.
Tradisi manuyang anak tumbuh dan berkembang dalam masyarakat melayu di Kotim yang dipengaruhi budaya Islam sarat dengan makna yang tersirat.
Taufiq berharap event Manuyang Anak selanjutnya dapat dikemas lebih menarik lagi. Sehingga tak hanya menjadi daya tarik bagi warga lokal melainkan juga wisatawan dari luar daerah, bahkan mancanegara.
"Event ini juga dikaitakan dengan budaya dan kegiatan pariwisata Kotim," sebutnya.
Tradisi manuyang anak dilakukan oleh keluarga yang memiliki bayi berusia satu hari sampai dengan satu tahun dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur atas kehadiran anak dan harapan bagi masa depan.
Sebagai syarat dalam melaksanakan tradisi ini dibuat ayunan yang dihiasi oleh keluarga yang mempunyai anak. ayunan tersebut terdiri dari kain panjang dengan tujuh lapis dan lapis ketujuh berwarna kuning yang melambangkan bahwa si anak benar-benar dijaga oleh keluarganya.
Pada ayunan tersebut juga terdapat beberapa anyaman yang mempunyai berbagai makna seperti anyaman burung melambangkan harapan orang tua akan cita-cita yang tinggi, anyaman keris melambangkan si anak diharapkan menjadi orang yang giat bekerja usaha serta anyaman gunungan untuk anak perempuan dibentuk tinggi dengan maksud si anak akan mempunyai derajat tinggi, sedangkan untuk anak laki-laki bentuk gunungan melebar dengan makna agar si anak kelak menjadi orang yang terhormat.
Di bawah ayunan diletakkan beberapa perlengkapan seperti ulakan batu yang melambangkan keteguhan dalam pendirian, dan kancip pinang yang melambangkan keselamatan.
Taufiq mengatakan pihaknya berupaya melestarikan tradisi budaya yang ada. Terutama yang mengandung nilai positif keagamaan. Dengan harapan, nantinya akan berdampak baik bagi pariwisata di daerah Kotim.
"Saya berharap melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk bisa terus mengembangkan tradisi budaya yang ada di Kotim guna menarik minat kunjungan wisata," tandasnya. (yn/dc)