SAMPIT – Pasangan bakal calon bupati dan wakil bupati Kotim, M Taufiq Mukri dan Supriadi, mengklaim telah mengantongi partai pengusung. Kabarnya, dua partai itu adalah Golkar dan NasDem.
Hal itu juga terlihat dari sejumlah baliho serta spanduk pasangan yang mematenkan akronim PANTAS tersebut dalam Pilkada Kotim. Dalam baliho tersebut, terpasang foto Ketua Umum NasDem Surya Paloh dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto.
Perolehan kursi NasDem dan Golkar di DPRD Kotim mampu memasangkan satu calon dan wakilnya dalam pilkada dengan total 10 kursi, yakni 6 kursi Golkar dan 4 kursi Nasdem.
Supriadi mengakui dirinya memang belum memegang B1KWK sebagai syarat utama yang digunakan untuk mendaftar ke KPU Kotim saat pendaftaran nanti.
”Kami sudah pegang rekomendasi, tapi bukan B1KWK. Tapi itu adalah syarat dan dasar terbitnya B1KWK,” tutur Supriadi, Rabu (17/6).
Supriadi menegaskan, secara kepartaian, Golkar telah menyatakan dukungan kepadanya dalam Pilkada Kotim. Bahkan, baru-baru mereka telah mempersiapkan diri dengan melakukan monitoring dan evaluasi oleh DPD Golkar Kalteng mengenai persiapan menghadapi pilkada.
”DPD provinsi dan Kabupatan Kotim kami yakin solid mendukung dan memenangkan PANTAS. Kami sudah sampaikan, berdasarkan hasil survei masih berada di pasangan teratas, sehingga kami tidak hanya sekadar meminta dukungan begitu saja tanpa ada data,” kata dia.
Sebagai bentuk kesiapan, kata Supriadi, dia bersama Taufiq terus memantapkan semua tim di berbagai tingkatan untuk konsolidasi guna pemenangan pasangan tersebut.
Sementara itu, menanggapi klaim Supriadi, Ketua DPD NasDem Kotim Ansen Tue mengaku belum mengetahuinya. Menurutnya, rekomendasi itu merupakan wewenang DPP NAsDem, sehingga pihaknya hanya bertugas mendaftarkan siapa pun bakal calon yang memegang B1KWK.
”Saya belum bisa berkomentar jauh, karena selama belum ada perintah DPP dan B1KWK, artinya belum pasti. Nanti saja kita lihat siapa yang didaftarkan NasDem ke KPU Kotim,” kata dia.
Informasinya, NasDem juga diklaim akan mengusung Suprianti. Namun, partai tersebut bersikeras mengajukan kadernya untuk mendampingi Suprianti.
Ditanggung APBN
Sementara itu, pelaksanaan pilkada di tengah pandemi menjadikan penyelenggara perlu anggaran lebih, karena harus ada perlengkapan keamanan yang diberikan kepada petugas di lapangan. Pemerintah memastikan tambahan anggaran itu akan dibebankan kepada APBN. Sebab, anggaran APBD saat ini sedang difokuskan untuk penanganan Covid-19.
Hal itu disampaikan Mendagri Tito Karnavian saat memberikan keterangan di kantor Presiden kemarin (17/6). Dia menjelaskan, Covid-19 membawa sejumlah konsekuensi terhadap anggaran Pilkada. Penyelenggara pilkada di daerah mengajukan tambahan anggaran untuk menyesuaikan diri dengan situasi Covid-19.
’’Terutama penambahan TPS dari 276 ribu menjadi 304 ribu TPS, ditambah dengan anggaran untuk alat-alat pelindung diri dari covid,’’ terangnya. perlengkapan untuk menyesuaikan diri dengan covid-19 itu akan digunakan oleh para petugas sekaligus untuk kebutuhan para pemilih di TPS. Indonesia mengambil contoh dari Korea Selatan yang sukses menyelenggarakan pileg nasional di puncak pandemi.
Total kebutuhan anggaran tambahan itu mencapai Rp 5,1 triliun. Tito menjelaskan, pihaknya sudah berbicara dnegan Menkeu untuk memenuhi anggaran tersebutd dari postur APBN.
’’Ada pos anggaran dari belanja lain Kementerian Keuangan, yang akan digunakan untuk membantu tambahan yang diajukan oleh KPUD,’’ lanjut Tito.
Dengan adanya tambahan anggaran itu, maka tidak perlu mengganggu APBD yang sedang difokuskan untuk menangani Covid-19. Untuk tahap pertama, Menkeu akan mencairkan Rp 1,02 triliun.
Di saat yang sama, dalam APBD di 270 daerah juga ada anggaran Rp 9,1 triliun yang sedang dibekukan untuk kebutuhan pilkada. Dana tersebut tidak boleh dialihkan untuk pos lain termasuk Covid-19.
Dengan demikian, ada total anggaran lebih dari Rp 14 triliun untuk melanjutkan seluruh tahapan pilkada sampai selesai. Tito bersama Menkeu telah meneken surat yang mengizinkan pencairan Rp 9,1 triliun dari APBD tersebut. sebab, KPU sudah menetapkan bahwa tahapan pilkada dimulai lagi 15 Juni lalu.
Penyelenggaraan kembali tahapan pilkada, ujar Tito, otomatis menambah alokasi dana jaring pengaman sosial. Khususnya bagi para stakeholder pilkada. bentuknya bukan bantuan sosial, melainkan program padat karya tunai. Bagaimana tidak, ada sekitar 3 juta petugas yang bakal bekerja di 304 ribu TPS. Belum lagi penyelenggara ad hoc lain yang masa tugasnya enam bulan seperti PPK dan PPS.
Selain itu, barang-barang kebutuhan penyelenggaraan pilkada, termasuk peralatan pelindung dari Covid-19, juga akan menghidupkan perekonomian di daerah. Terutama UMKM yang bukan tidak mungkin bakal dilibatkan dalam pengadaan sejumlah peralatan. Sehingga, Pilkada akan membawa efek ganda. Melanjutkan kepemimpinan daerah sekaligus ikut menjaga perekonomian. (byu/jpg/ang/ign)