PANGKALAN BUN – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Kotawaringin Barat menegur dua tim sukses pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalimantan Tengah di wilayah itu. Teguran diberikan karena kegiatan kampanye mereka yang diduga melanggar protokol kesehatan (prokes).
Ketua Bawaslu Kobar Dorik Rozani mengatakan, teguran itu sesuai laporan dari masyarakat disertai bukti. ”Kami sampaikan teguran secara tertulis kepada dua tim pemenangan pasangan calon urut satu (Ben-Ujang) dan dua (Sugianto-Edy). Karena ada pelanggaran saat kampanye, yakni menyebabkan kerumunan banyak orang," kata Dorik, kemarin (27/10).
Bawaslu berharap kejadian tersebut tidak terulang, karena menjaga dan melaksanakan protokol kesehatan merupakan tanggung jawab bersama. "Kami sudah menyampaikan hal tersebut kepada Bawaslu Kalteng dan berkoordinasi dengan Polda Kalteng serta tim Gugus Tugas Covid-19 agar ke depan tidak memberikan rekomendasi kampanye blusukan ke pasar,” ujarnya.
Menurut Dorik, rekomendasi itu akan diberikan agar kampanye tim pemenangan tidak lagi dilaksanakan di pasar supaya tidak menyebabkan kerumunan. Di sisi lain, selain kegiatan di pasar, kampanye yang dilakukan tim pemenangan paslon dinilai masih wajar. Masing-masing timses melakukan pertemuan di rumah warga dengan jumlah terbatas dan menerapkan prokes.
Dia menuturkan, sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan ketika kampanye, yakni bisa memanfaatkan media sosial. ”Walaupun yang hadir di pertemuan sedikit, tapi yang melihat di media sosial akan lebih banyak. Cara seperti itu justru kami anjurkan, dibandingkan menggelar acara dengan mendatangkan banyak orang dan menyebabkan kerumunan serta berpotensi dibubarkan,” pungkasnya.
Menurun
Sementara itu, kampanye Pilkada 2020 sudah berlangsung satu bulan, Senin (26/10) lalu. Dari hasil evaluasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu RI), kegiatan kampanye masih mengedepankan tatap muka. Kampanye daring di sepuluh hari ketiga, lebih rendah dibandingkan sepuluh hari kedua.
Anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan, pada periode 16 hingga 25 Oktober 2020, ada 80 kegiatan kampanye dengan metode daring. Jumlah tersebut menurun dibandingkan pada periode 6 hingga 15 Oktober, di mana ada 98 kampanye daring.
"Penurunan jumlah itu menggambarkan, metode ini bukan kegiatan utama yang diprioritaskan oleh tim kampanye," ujarnya kemarin (27/10). Sementara bila dibandingkan dengan kampanye tatap muka, selisihnya sangat jauh. Bawaslu mencatat, pada 10 hari ketiga terdapat 13.646 kegiatan kampanye tatap muka.
Fritz memperkirakan, kurangnya minat atas kampanye daring disebabkan ketidaksiapan tim kampanye dan/atau pasangan calon dengan perangkat kampanye daring. Metode itu juga dianggap tidak dapat menjadi ruang dialog yang komunikatif. "Sehingga dinilai tidak efektif dalam menyampaikan visi, misi, program dan pesan untuk memengaruhi preferensi pemilih," imbuhnya.
Dalam situasi tersebut, lanjut Fritz, sulit untuk menuntut memperbanyak kampanye daring. Yang bisa dilakukan adalah menguatkan penegakan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan kampanye terbuka.
Oleh karenanya, dia menilai penguatan disiplin protokol kesehatan dengan penyediaan perlengkapan protokol kesehatan seperti sabun cuci tangan,hand sanitizer, masker, dan disinfektan. "Bukan hanya disediakan, penyelenggara kampanye juga harus memastikan hal-hal tersebut digunakan dan diterapkan dalam aktivitas kampanye," terangnya.
Sementara itu, Komisi II DPR melihat menurunnya aktivitas kampanye daring ini sebagai sesuatu yang tidak aneh. Anggota Komisi II Arwani Thomafi menyebutkan bahwa karakteristik masyarakat Indonesia masih lebih menyukai pertemuan langsung ketimbang daring.
Ada tiga alasan yang menurutnya menjadi faktor penyebab kurang efektifnya kampanye daring di beberapa daerah. "Pertama adalah kultur. Tradisi masyarakat kita memang inginnya dengar dan ketemu langsung," jelasnya kemarin (27/10).
Kampanye daring, menurut dia, mungkin berhasil di segmen tertentu di perkotaan. Namun di daerah lain belum tentu. Ini masuk ke faktor berikutnya yang merupakan strategi dari pasangan calon dan tim sukses. "Strategi dari mereka masih membutuhkan untuk meyakinkan masyarakat dengan bertemu langsung," lanjutnya.
Kemudian, faktor lainnya adalah hambatan teknologi. Belum semua daerah memiliki akses teknologi yang memadai. Kendati mungkin sudah ada jaringan internet, tetapi tidak selancar di perkotaan. "Ribuan desa belum terkover terknologi yang memadai untuk kampanye daring," jelas Arwani.
Meski demikian, dia berharap kampanye yang dilakukan secara tatap muka pun harus betul-betul dilaksanakan hati-hati. Tetap mematuhi protokol kesehatan. Karena tingginya risiko tertular bisa membuat partisipasi pemilih di hari H nanti ikut menurun. (far/deb/jpg/rin/sla/ign)