NANGA BULIK- Lima orang perempuan menjadi saksi dalam sidang penggelapan uang arisan di Pengadilan Negeri Nanga Bulik, Rabu (27/1). Empat orang diantaranya adalah korban sedangkan satu orang lainnya merupakan adik terdakwa.
Sidang yang mengagendakan keterangan saksi ini berlangsung cukup sengit, karena beberapa keterangan saksi adik terdakwa seringkali dibantah oleh para korban.
Adik terdakwa yang disebut bernama Tri merupakan orang terdekat yang sering membantu untuk menagih uang arisan kepada anggota. Dia juga sering menerima transfer uang dari anggota arisan untuk diserahkan pada kakaknya yang merupakan ketua arisan dalam bentuk tunai. Selain itu ia juga mengaku bahwa kakaknya tidak memiliki rekening bank, namun berdasarkan bukti yang dipegang Jaksa Penuntut Umum, Novryantino Jati Vahlevi ternyata Tri pernah mentransfer uang ke rekening terdakwa.
“Demi Allah saya tidak tahu kalau kakak saya ternyata berniat untuk kabur, akhirnya saya yang jadi sasaran anggota arisan. Saya ditekan dipaksa dan diintimidasi, sampai di medsos juga,” ungkap Tri.
Sementara itu para korban mengaku menjalankan dan mengikuti arisan tersebut hanya dengan sistem kepercayaan. Bahkan banyak anggota yang tidak saling mengenal dengan anggota arisan lainnya. “Waktu itu belum zaman WA grup seperti sekarang. Kadang harus ditanya dulu baru dikasih tahu siapa yang dapat arisan, kalau tidak ditanya tidak pernah dikabari,” ungkap salah satu saksi.
Menurut mereka, arisan ini harusnya berakhir Bulan Juni 2019, namun pelaku kabur sebelum arisan selesai. Saat guncangan ke-31 pelaku kabur Bulan April 2019 setelah sebelumnya sempat menagih uang arisan.
Saat ditanya hakim mengapa lebih memilih arisan dibandingkan menabung di bank, para emak-emak ini mengaku malas untuk antre di bank. Sehingga mereka lebih memilih arisan sebagai alternatif menabung.
Seperti diketahui bahwa seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) di Kabupaten lamandau harus berurusan dengan hukum. Warga Jalan Cempedak Nanga Bulik ini disangka sebagai pelaku penggelapan uang arisan rekan-rekannya. Setelah diproses aparat kepolisian, kasusnya kini telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Lamandau.
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Lamandau, Ambo Rizal Ahyafi saat dikonfirmasi menjelaskan bahwa kronologis kejadian penggelapan uang arisan tersebut bermula pada bulan September 2016. Saat itu pelaku, Ani Herlina (36), warga jl Cempedak Nanga Bulik ini mengajak teman-temannya untuk mengadakan arisan dengan pembayaran setiap bulan sebesar Rp1.000.000.
Saat itu terkumpul sebanyak 33 nama dan pada bulan Oktober 2016. ia mendapat arisan giliran pertama. Kemudian pada bulan berikutnya para anggota membayar arisan dan setiap tanggal 7 setiap bulannya ia mengocok arisan sekitar pukul 13.30 WIB dan yang keluar namanya akan mendapat uang sebesar Rp 33 juta.
“Namun pada saat pengocokan arisan tidak semua anggota arisan hadir dan hanya disaksikan beberapa orang saja. Setelah berjalan sekitar 5 bulan muncul niat pelaku untuk meminjam uang arisan tersebut karena kebanyakan orang yang giliran mendapat uang arisan tersebut tidak menyaksikan pada waktu pengocokan,” tuturnya.
Sementara anggota yang lain juga tidak ada yang melakukan pengecekan dan antar anggota tidak saling mengenal. Sehingga pelaku berpikir bahwa uangnya dapat digunakan untuk kepentingan pribadinya terlebih dahulu tanpa diketahui anggota yang lain.
“Kemudian pada bulan Maret 2017 pelaku menggunakan uang arisan milik anggota arisan yang tidak mengetahui bahwa dirinya mendapat arisan.
Merasa tidak ketahuan pelaku pun mengulang perbuatan tersebut hingga sebanyak enam nama,” jelasnya.
Kemudian pada akhir periode arisan tersebut yakni bulan April 2019 ada beberapa orang yang mendatanginya untuk menanyakan kapan akan mendapatkan giliran arisan karena tinggal dua putaran atau dua periode.
Kemudian pelaku menjanjikan kepada anggota arisan yang bertanya bahwa bulan Mei 2019 dan Juni 2019 adalah giliran mereka.
“Tetapi karena takut ketahuan pada bulan Mei 2019, pelaku nekat melarikan diri ke Kalimantan Barat. Hingga akhirnya pada tanggal 22 Oktober diamankan oleh anggota Polres Lamandau karena dilaporkan para korbannya,” katanya.
Uang hasil penggelapan arisan tersebut digunakan pelaku untuk pulang ke Jawa tiga sampai empat kali dalam sebulan, berfoya-foya menginap di hotel, membeli baju, perhiasan, makan di restoran, dan hiburan. “Dari enam nama
anggota arisan, ia meraup keuntungan penggelapan senilai total Rp 198 juta,” pungkasnya. (mex/sla)