Masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir, memaksa perayaan Imlek yang biasanya ramai menjadi sangat terbatas. Pelaksanaan ibadah keagamaan dalam rangka perayaan tahun baru warga keturunan Tionghoa itu dilaksanakan sangat sederhana.
KOKO SULISTYO, Pangkalan Bun
Tidak seperti perayaan tahun sebelumnya, malam pergantian Tahun Baru Imlek 2572 di sejumlah vihara dan kelenteng di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) sangat sepi. Hanya satu dua aparat dari kepolisian dan Satpol PP yang berjaga.
Parkiran luas di halaman sebuah vihara, Kamis (11/2) sekitar pukul 20.30 WIB juga nampak lengang. Tidak tampak aktivitas seperti layaknya perayaan hari besar keagamaan pada umumnya.
Warga keturunan Tionghoa pun tidak terlihat. Padahal, malam itu adalah malam sakral untuk melaksanakan sembahyang malam menjelang tahun baru Imlek, pergantian dari tahun tikus ke tahun kerbau.
Ketika memasuki salah satu ruang di sisi sebelah timur vihara, belasan orang berpakaian serba putih melaksanakan sembahyang malam. Mereka merupakan pengurus Vihara Dharma Maitreya.
Meski hanya belasan orang dan dilangsungkan dalam kondisi yang terbatas, prosesi kebaktian berlangsung sangat khidmat dan sakral, dalam balutan keheningan malam.
Bau asap dupa masih semerbak memenuhi ruangan vihara. Berbagai ornamen khas Imlek berjejer rapi di belakang para pengurus yang sedang sembahyang. Setelah kebaktian malam bersama, para pengurus vihara melanjutkan prosesi dengan kebaktian perpisahan tahun lama, yaitu tahun tikus. Puncak acara berlangsung pukul 00.00 WIB, yakni penyambutan tahun kerbau.
”Sekaligus dilangsungkan upacara menyambut kelahiran Budha Maitreya," kata salah seorang pengurus Vihara Dharma Maitreya, Cenniwati.
Dia menuturkan, suasana perayaan Tahun Baru Imlek 2572 dilaksanakan dalam suasana berbeda. Umat tidak diharuskan sembahyang di vihara. Terpenting kesakralan prosesi di mana hanya pengurus yang mewakili untuk melaksanakan sembahyang di vihara. Ketulusan dari seluruh umat diharapkan, sehingga akan terbentuk hawa positif yang kemudian akan membawa kebaikan di tahun kerbau.
”Tunjukkan ketulusan hati, bersujud pada Tuhan para Budha, serta melakukan instrospeksi bertobat memperbaiki diri," ujarnya.
Sementara itu, kesedihan tergambar dari wajah salah seorang warga keturunan Tionghoa, Ali. Pada perayaan Imlek tahun ini, dia tidak bisa melaksanakan ibadah bersama saudara seiman lainnya.
Bahkan, tradisi silaturahmi yang rutin dilakukan serta berkumpul dengan orang tua dan sanak familinya tidak bisa terlaksana. Dia hanya merayakan Imlek bersama istri dan anaknya.
”Saat sembahyang di vihara, anak dan istri saya tidak ikut," kata pria yang menjabat Sekretaris Vihara Dharma Maitreya ini.
Kesedihan mereka sedikit terobati karena berkat kemajuan teknologi, mereka bersilaturahmi dalam kegembiraan melalui virtual. Hal itu sesuai instruksi dari pusat.
Kendati demikian, Ali menaruh harapan besar di tahun kerbau. Tahun ini mengandung filosofi bekerja lebih giat, jangan patah semangat, pantang mundur, karena kerbau dalam kondisi seperti apa pun tetap menyelesaikan pekerjaannya.
”Walau dalam suasana prihatin akibat pendemi, kami tetap harus kerja keras penuh semangat, tidak putus asa, karena tahun kerbau ini tahun kerja keras," pungkasnya. (***/ign)