PANGKALAN BUN – Tingginya target pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor parkir, membuat para kolektor parkir menaikan setoran per hari kepada juru parkir di Kota Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat.
Kenaikan setoran hingga berkali lipat dianggap para juru parkir tidak peka terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Kebijakan tersebut membuat para jukir tercekik, lantaran tidak sanggup memenuhi target setoran.
Juru parkir yang tersebar di Pangkalan Bun kebingungan dan dilematis. Di satu sisi mereka butuh pekerjaan untuk menghidupi anak dan istrinya, namun di sisi lain mereka kerap nombok bila setoran kurang dan pulang ke rumah tidak membawa uang.
Di tengah keputusasaan, sejumlah tukang parkir mengadu dengan mendatangi Kantor PWI Kobar. Mereka menceritakan betapa beratnya mereka mencapai target setoran per hari.
Belum lagi, ketika rupiah yang disetorkan kepada kolektor kurang dari target, dipastikan telinga mereka memerah lantaran dimarahi. Mereka sering menerima ancaman pemberhentian dari pekerjaan yang selama ini menjadi sumber penghasilan bagi keluarga mereka.
"Kalau yang nyalinya berani, mereka bisa berdebat, tapi jukir yang nyalinya cemen seperti kami, hanya pasrah saat kolektor marah-marah karena setoran kurang," kata salah seorang jukir kepada para insan pers, Kamis (17/6).
Sebelumnya, mereka setiap harinya hanya menyetorkan pendapatan parkir per hari hanya Rp 40 ribu atau dalam sebulan Rp1,2 juta. Namun di tahun 2021 ini mereka dibebankan setoran per bulan hingga Rp 4,5 juta di lahan parkir yang tidak seberapa panjangnya. Bahkan di ruas jalan tertentu bisa lebih dari pada setoran mereka.
Untuk memenuhi target setoran tersebut, secara pribadi ia tidak mungkin membabi buta menarik retribusi dari pengendara. Bahkan ia pantang menarik retribusi di saat pengendara masih berada di atas kendaraannya, baik roda dua maupun roda empat.
"Jujur kalau saya, ketika ada mobil yang penumpangnya hanya turun satu orang, sementara di dalam mobil masih ada orang dan mesin dalam keadaan hidup, saya tidak mau menarik retribusi parkir, karena itu belum hak kita. Kecuali mesin dalam keadaan sudah mati dan mobil sudah dalam posisi parkir, baru saya tarik, dan saya selalu memberikan karcis," tegasnya.
Ia berharap, keluhan mereka agar dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan segera mengevaluasi kebijakan, agar persoalan tersebut tidak menimbulkan gejolak di masyarakat. Terlebih dalam masa pandemi Covid-19, ekonomi masyarakat sedang sulit-sulitnya, sehingga mereka bekerja dengan nurani.
Dalam kesempatan itu, dia juga meminta agar para jukir liar segera ditertibkan karena sebagai jukir resmi mereka kerap mendapat imbas atas perilaku tidak terpuji mereka saat bekerja.
"Sebagai masyarakat kepada siapa kami mengadu, minta tolong kepada pemerintah daerah agar dapat mengevalusi kebijakan tersebut," pungkasnya.
Untuk diketahui, Wakil Bupati Kotawaringin Barat Ahmadi Riansyah baru-baru ini akan mengevaluasi kebijakan sistem pengelolaan parkir di Kotawaringin Barat. Pemkab berupaya menggenjot PAD dapat berjalan optimal, namun demikian tetap memperhatikan kondisi masyarakat.
"Selaku wakil bupati dalam membantu tugas bupati akan melakukan komunikasi intens dengan Dinas Perhubungan dalam melakukan pengawasan, pendampingan terhadap operator dan kolektor parkir," kata Ahmadi. (tyo/yit)