Penipuan dengan modus investasi yang ternyata bodong masih terjadi. Kali ini sejumlah warga yang sebagian besar kaum ibu menjadi korbannya. Nilai kerugian diperkirakan lebih dari Rp 14 miliar.
DODI, Palangka Raya
Suasana Ditreskrimsus Polda Kalteng Senin (17/1) kemarin lebih ramai dari biasanya. Sejumlah emak-emak terlihat memenuhi bangunan itu. Mereka berniat melaporkan sejumlah pihak terkait penipuan yang dialami. Pihak yang dilaporkan, yakni Vito Siagian dan Bella Cecilia, serta satu perusahaan bernama PT Toward Research Business. Selain itu, Indonesia Crypto Exchange (ICE).
Mereka menuding berbagai pihak itu melakukan tindak pidana investasi bodong dan tidak mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Ratusan korban telah menyetorkan dana investasi. Besarannya bervariasi. Ada yang sebesar Rp 15 juta – Rp 800 juta rupiah.
Setoran itu dilakukan melalui akun Treat Doge Profit dan RVD Quantum yang dikelola dua terlapor (Vito dan Bella) sejak 2021. Para korban tertarik bisnis tersebut karena diimingi keuntungan lima persen serta bonus dalam jangka waktu satu sampai empat minggu. Hitungan itu dalam jumlah dana setoran. Semakin besar dana disetorkan, semakin besar pula keuntungan didapat. Namun, setelah berjalan beberapa bulan, setoran keuntungan semakin tidak jelas.
Salah satu perwakilan korban, Lindung Sijaba mengatakan, pihaknya meminta bantuan Polda Kalteng untuk memanggil terlapor dan dibawa ke Kalteng. Sebab, informasinya di Kalteng ada sekitar seribu orang lebih yang tertipu, bahkan hingga ke pelosok daerah. Anggota investasi itu tersebar di sejumlah daerah, di antaranya Kotim, Gunung Mas, Kasongan, Kapuas, Murung Raya, dan Palangka Raya.
”Kami minta pertanggungjawaban terlapor. Opsinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan atau proses hukum. Saya pribadi mengalami kerugian Rp 400 juta dan bergabung sejak Februari 2021. Macetnya pembayaran sejak Oktober,” ujarnya. Pihaknya merasa menjadi korban lantaran tidak ada lagi menerima keuntungan. Saat ditanyakan, selalu dijawab ada perbaikan sistem. Namun, sampai saat ini tidak ada keuntungan masuk.
”Atas hal itu kami laporkan secara resmi, namun tetap membuka jalur komunikasi, yakni uang kami dikembalikan dan dimusyawarahkan,” tegasnya. Kuasa hukum korban Parlin Hutabarat mengatakan, terduga menggunakan skema ponzi, yakni modus investasi palsu yang memberikan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan investor berikutnya. Bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi tersebut.
”Mereka gunakan skema ponzi bahwa profit yang diterima para korban, yakni uang mereka diputar. Bahkan, kini web-nya sudah tidak bisa diakses. Makanya kerugian hingga miliaran rupiah dan korbannya ribuan, namun yang melapor baru ratusan anggota,” ujarnya. Parlin menuturkan, korban berada di seluruh Kalteng dan mereka diimingi penghargaan sesuai dana yang disalurkan. ”Semoga dengan adanya laporan ini segera ditindaklanjuti. Selain yang melapor puluhan ini, ada korban lain di luar. Makanya dilaporkan biar tidak ada korban lagi,” ujarnya. ”Ini masih (korban) kloter satu. Ada 23 orang modalnya saja lebih dari dua miliar. Nah, berdasarkan dokumen yang ada, sebanyak 147 orang. Jika ditotalkan bisa mencapai Rp 14 miliar lebih. Korbannya dari berbagai elemen masyarakat. Ada pegawai hingga wiraswasta,” katanya. (***/ign)