SAMPIT – Di balik kota yang bersih, ada perjuangan petugas kebersihan yang bekerja tanpa mengenal waktu dan hari libur. Namun, di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), mereka masih menghadapi tantangan besar, mulai dari beban kerja berlebih hingga minimnya kesejahteraan.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotim pun mengajukan permintaan agar petugas kebersihan mendapatkan insentif tambahan di luar gaji pokok. Kepala DLH Kotim Marjuki menegaskan bahwa insentif ini layak diberikan mengingat beratnya tugas mereka, terutama dalam menghadapi volume sampah yang melebihi kapasitas armada yang tersedia.
“Saat ini, kita memiliki 77 petugas kebersihan yang ditempatkan di delapan depo sampah di dua kecamatan, yakni Baamang dan Mentawa Baru Ketapang, serta 55 petugas penyapu jalan. Secara ideal, mereka bertugas dari pukul 06.00 sampai 09.00 WIB. Namun, karena volume sampah yang tinggi, banyak di antara mereka harus bekerja hingga pukul 10.00 WIB atau bahkan lebih,” ujar Marjuki, Senin (3/2).
Hal ini disampaikannya usai menyerahkan Surat Keputusan (SK) tenaga kontrak dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan DLH Kotim.
Masalah utama yang dihadapi saat ini adalah ketidakseimbangan antara volume sampah dan kapasitas pengangkutan. Setiap harinya, dua kecamatan di Kota Sampit saja menghasilkan sekitar 140 ton sampah, sementara kapasitas armada pengangkut hanya mampu menangani 83 ton per hari. Ini berarti masih ada puluhan ton sampah yang tertinggal, membuat petugas kebersihan harus bekerja lebih lama dari waktu yang ditentukan.
“Kita tidak bisa membebankan penanganan sampah hanya kepada petugas di lapangan. Diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk penambahan SDM serta sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena itu, kami akan kembali mengajukan tambahan tenaga kerja serta peningkatan fasilitas pengangkutan,” jelasnya.
Tak hanya jam kerja yang panjang, para petugas kebersihan juga tidak memiliki hari libur. Setiap hari, mereka turun ke jalan untuk memastikan Sampit tetap bersih. Situasi ini semakin menguatkan alasan bagi DLH Kotim untuk mengusulkan insentif tambahan bagi mereka.
“Selain gaji pokok, kami berharap ada insentif khusus bagi petugas kebersihan. Saat ini, banyak program sosial seperti makan bergizi gratis, tetapi bagaimana dengan mereka yang bekerja siang dan malam menjaga kebersihan kota? Kesejahteraan mereka juga harus diperhatikan,” tegas Marjuki.
Selain itu, aspek keselamatan kerja juga menjadi perhatian. Mengingat risiko kesehatan yang tinggi, petugas kebersihan perlu dilengkapi dengan pakaian khusus dan perlengkapan yang layak agar tetap aman saat bertugas.
Sementara itu, DLH Kotim menargetkan sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien. Idealnya, dalam waktu 1x24 jam, semua sampah yang menumpuk di depo harus segera terangkut. Namun, tanpa dukungan tenaga kerja dan fasilitas yang cukup, target ini sulit tercapai.
“Oleh karena itu, kami berharap ada komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, agar pengelolaan sampah ini benar-benar maksimal. Jika semua pihak bisa bersinergi, Kotim bisa menjadi daerah yang lebih bersih, sehat, dan indah,” pungkasnya.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, para petugas kebersihan layak mendapatkan perhatian lebih. Mereka bukan hanya pekerja lapangan, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. (yn)