SAMPIT – Nama-nama unik terdiri atas satu huruf yang selama ini dianggap kreatif atau singkat, kini tidak bisa lagi digunakan untuk warga yang baru lahir atau yang hendak melakukan perubahan identitas.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menegaskan bahwa aturan baru terkait tata cara penulisan nama telah diberlakukan secara nasional dan wajib dipatuhi oleh masyarakat.
Kepala Disdukcapil Kotim Agus Tripurna Tangkasiang menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 pada tahun 2023 lalu, pemerintah telah menetapkan standar baru untuk penamaan warga negara Indonesia. Setiap nama kini wajib terdiri dari minimal dua kata, maksimal 60 karakter, serta tidak mengandung angka, simbol, atau tanda baca.
”Nama satu huruf sudah tidak bisa lagi. Sekarang penulisan nama harus memenuhi unsur kesopanan, norma agama, dan tentu saja kemudahan administrasi,” ujar Agus.
Aturan ini bukan semata-mata untuk merapikan data, tapi juga sebagai bentuk antisipasi terhadap berbagai kendala administratif.
Dalam praktiknya, penggunaan nama satu kata atau satu huruf sering kali menyulitkan warga saat mengurus dokumen penting seperti paspor, KTP elektronik, NPWP, hingga saat mendaftar ke perguruan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri.
”Nama bukan sekadar identitas pribadi. Dalam sistem digital seperti sekarang, nama adalah kunci masuk ke dalam sistem birokrasi dan layanan publik. Jika tidak sesuai standar, bisa saja data tidak terbaca, atau malah dianggap tidak valid,” jelasnya.
Fenomena ini mencuat setelah viralnya seorang warga Kotim bernama “C”, yang namanya hanya terdiri dari satu huruf. Nama tersebut sempat menyita perhatian publik dan ramai dibahas di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Disdukcapil memastikan bahwa nama “C” masih diakui secara sah, karena tercatat sebelum aturan baru diberlakukan. Bahkan, menurut data Disdukcapil, gadis bernama “C” telah melakukan perekaman KTP pada 2 Juli 2024 di Mal Pelayanan Publik (MPP) Sampit.
”Karena tercatat resmi sebelum 2023, maka dokumennya tetap sah dan berlaku. Ia sudah memiliki akta kelahiran dan ijazah sebelum peraturan itu keluar,” terang Agus.
Namun, bagi warga yang merasa perlu menyesuaikan nama agar sesuai dengan regulasi terbaru, Disdukcapil membuka layanan advokasi hukum dan siap mendampingi proses perubahan nama hingga ke tahap pengadilan.
”Jika keluarga ‘C’ ingin mengubah namanya menjadi dua kata, kami siap bantu. Prosesnya legal dan terstruktur. Kami punya program pendampingan sampai keluar penetapan dari pengadilan,” tambah Agus.
Disdukcapil juga mengimbau masyarakat, khususnya para orang tua atau calon orang tua, agar lebih cermat dalam memilih nama anak. Nama yang baik tidak hanya mencerminkan identitas dan budaya, tetapi juga mempermudah segala urusan administrasi di masa mendatang.
”Kami mengajak masyarakat untuk bijak dalam memberi nama, karena nama akan melekat seumur hidup dan berdampak pada seluruh aspek administratif, pendidikan, dan sosial,” tutupnya.
Pemerintah berharap masyarakat dapat memahami bahwa regulasi ini hadir bukan untuk membatasi kreativitas, tetapi demi kemudahan dan ketertiban administrasi penduduk dalam jangka panjang. (yn/ign)