SAMPIT – Program pembentukan Koperasi Merah Putih yang digagas pemerintah pusat dalam upaya memperkuat kemandirian ekonomi desa di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) secara organisasi telah terbentuk sebanyak 185 koperasi. Namun, pelaksanaan teknis program ini masih menunggu kejelasan dari pusat.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kotim Johny Tangkere.
”Secara organisasi, koperasi Merah Putih di Kotim sudah siap 100 persen per 30 Juni lalu. Ada 185 koperasi yang terdiri dari koperasi desa dan koperasi kelurahan. Tinggal menunggu petunjuk pelaksanaan dan teknis dari pemerintah pusat,” kata Johny.
Menurutnya, tahapan saat ini memasuki masa koordinasi lanjutan dengan pihak perbankan. Pemerintah pusat telah menunjuk sejumlah bank milik negara sebagai mitra penyalur kredit koperasi, yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN, Bank Syariah Indonesia, serta Bank Kalteng.
Disampaikan Johny, pihaknya akan segera menggelar rapat bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) di Kotim untuk menyamakan persepsi dan teknis penyaluran dana. Salah satu rencana di dalamnya, yakni menyusun strategi zonasi pendampingan koperasi agar pelaksanaan program lebih efisien.
”Minggu depan kami akan rapat dengan Himbara. Karena anggaran dinas sangat terbatas, kami akan berkolaborasi dengan perbankan untuk sosialisasi kepada ketua, sekretaris, dan bendahara koperasi. Materi akan meliputi pengelolaan organisasi, pengajuan pinjaman, serta pertanggungjawabannya,” ungkapnya.
Johny menjelaskan, zonasi akan dibagi ke dalam lima wilayah kerja. Pihak perbankan akan bertanggung jawab mendampingi koperasi di masing-masing zona, sedangkan koperasi yang berada di wilayah hulu dan sulit dijangkau akan ditangani langsung oleh Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kotim.
Meski struktur kelembagaan koperasi telah rampung, Johny mengakui bahwa banyak pertanyaan krusial belum dijawab pemerintah pusat, terutama terkait skema pembiayaan usaha.
”Sampai sekarang kami belum mendapat penjelasan soal bentuk bantuan modal operasional dan modal usaha. Apa bentuknya hibah, pinjaman, atau lainnya? Juga soal model pinjamannya, apakah seperti KUR (Kredit Usaha Rakyat) atau berbeda, belum ada kepastian,” jelasnya.
Dia menambahkan, berbeda dengan koperasi simpan pinjam di Pulau Jawa yang telah berjalan sebelumnya, koperasi Merah Putih di Kotim dibentuk benar-benar dari nol. Artinya, koperasi ini belum memiliki usaha aktif yang berjalan, sehingga membutuhkan dukungan modal terlebih dahulu sebelum bisa produktif.
”Di daerah lain, koperasi yang dijadikan koperasi Merah Putih itu sudah punya kegiatan usaha. Jadi tinggal disesuaikan. Tapi di Kotim, koperasi baru dibentuk. Harusnya justru modal usaha dulu baru bisa bergerak, bukan sebaliknya,” kata Johny.
Terkait rencana penyaluran pinjaman, Johny menyebut bunga yang dibebankan direncanakan 6 persen untuk tenor hingga 6 tahun, namun rincian dan teknis pengajuannya masih belum sepenuhnya dipahami baik oleh dinas maupun pihak perbankan.
Dengan situasi ini, Pemkab Kotim berharap pemerintah pusat segera menerbitkan petunjuk teknis dan pelaksanaan yang jelas, agar koperasi Merah Putih tidak hanya menjadi simbol kelembagaan semata, tetapi benar-benar bisa menjadi motor penggerak ekonomi di tingkat desa dan kelurahan. (yn/ign)