PANGKALAN BUN - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kobar terus kampanyekan sekolah tanpa kekerasan meski masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) telah usai.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kobar Aida Lailawati mengatakan, sudah menajdi suatu kebutuhan untuk menciptakan sekolah yang bebas dari kekerasan, seperti halnya menciptakan lingkungan positif di sekolah atau di dalam rumah.
”Diperlukan suatu sikap protektif dalam melawan kekerasan dengan menumbuhkan kedamaian, rasa hormat, toleransi, dan harmoni,” ujarnya, Selasa (2/8) siang.
Kampanye ini memerlukan peran aktif oleh seluruh warga sekolah seperti siswa, guru, staf sekolah dan juga orang tua sebagai stake holder dalam menciptakan rasa aman, dihargai, dan dihormati.
Aida menegaskan, tenaga pendidik dan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan anak termasuk juga para orang tua untuk mampu membedakan peristiwa pendidikan dan peristiwa hukum. Bila terjadi peristiwa pendidikan seperti guru dilaporkan ke polisi karena melakukan tindak kekerasan, lebih baik selesaikan di internal pendidikan (sekolah) terlebih dahulu. Tidak hanya itu, saat ini guru juga dituntut untuk tidak lagi menggunakan metode lama dalam mendisiplinkan siswanya.
---------- SPLIT TEXT ----------
”Guru di Kobar harus bekerja dengan cara berbeda dibandingkan dengan masa lalu. Guru harus bisa memberikan hukuman dengan batasan kaidah pendidikan, kode etik serta peraturan perundangan-undangan,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 terutama pasal 54 tentang perlindungan anak tertulis bahwa anak di dalam lingkungan sekolah wajib mendapat perlindungan baik dari kekerasan seksual maupun kekerasan fisik. Selain itu dalam Permendikbud Nomor 82, tindakan kekerasan yang berpotensi membuat cacat, membahayakan secara fisik termasuk kekerasan juga seksual harus dilaporkan.
”Kepala sekolah juga harus mampu menilai dan memberikan kebijaksanaan untuk memutuskan mana sebenarnya peristiwa pendidikan dan peristiwa hukum,” terangnya. (sla/yit)