SAMPIT – Seorang ayah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) berubah menjadi ”monster” bagi anak kandungnya sendiri. Ayah bejat itu tega memerkosa anaknya belasan kali. Perbuatan biadab itu baru terbongkar setelah lima tahun lamanya sang anak dipaksa melayani nafsu setan predator seksual tersebut.
Pelaku mengaku tega menyetubuhi anaknya sendiri lantaran tak bisa menahan hasrat seksualnya. Perilaku menyimpangnya terbongkar setelah korban yang kini berusia 16 tahun tak kuat lagi menahan dan menutupi penderitaannya yang berkali-kali dinodai sang ayah.
Korban menceritakan kejadian tersebut kepada pamannya. Sang paman kaget bukan kepalang dan langsung melaporkan kejadian itu kepada aparat kepolisian.
Kapolres Kotim AKBP Abdoel Harris Jakin mengatakan, perbuatan bejat pelaku terhadap anak gadisnya tersebut dilakukan sejak korban berusia sebelas tahun. Saat itu korban masih duduk di bangku SMP.
Menurut Jakin, pelaku tega mencabuli anaknya karena tak kuat menahan nafsu setiap kali bertemu dengan anaknya yang tinggal di kos-kosan seorang diri. ”Pelaku bekerja sebagai sopir taksi. Setiap ke Sampit, dia singgah ke barak anaknya. Saat itulah dia nafsu melihat anaknya,” ujarnya.
Pelaku yang ketagihan akhirnya terus menjadikan anaknya sebagai pelampiasan nafsu hingga darah dagingnya itu duduk di bangku SMA. Terakhir korban disetubuhi awal Oktober ini.
”Saat korban disetubuhi, pelaku selalu mengancam agar korban tidak memberitahukan kepada siapa pun, termasuk ibunya,” katanya.
”Apabila memberitahukan, korban tidak akan bisa lagi bertemu dengan ibu maupun adik-adiknya. Mendengar ancaman itu, korban akhirnya menuruti kemauan pelaku,” tandasnya.
Kasus tersebut menambah panjang daftar kasus pemerkosaan yang dilakukan seseorang dari lingkungan keluarga. Berdasarkan ilmu psikologi, ada sejumlah faktor yang bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan seksual tersebut. Salah satunya, karena perilaku impulsif, yakni bersifat cepat, bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati.
”Kurangnya pengendalian diri dari pelaku, termasuk dorongan seksual yang tinggi, serta pemaknaan nilai-nilai moral yang kurang," ujar Jane Cindy, seorang psikolog, seperti dikutip dari Medcom.id.
Apabila terus dibiarkan, lanjutnya, berisiko memperparah si pelaku atau sulitnya pelaku menghentikan perbuatannya yang telah memiliki hasrat tinggi. Hal itu juga berisiko pada orang lain yang terus-menerus menjadi korbannya atau bahkan semakin banyak jumlah korbannya.
Karena itu, lanjutnya, sebelum hal itu terjadi dan berlarut, perlu dilakukan upaya untuk mencegahnya, di antaranya pemahaman tentang diri sejak dini. "Tentu perlu ditanamkan batasan antara ayah dan anak perempuan, sejak kecil perlu diajarkan bahwa anak perempuan, termasuk anak laki-laki pun, punya privacy terhadap tubuh, sehingga mandi perlu menutup pintu, berpakaian pun di kamar tertutup," ujarnya.
Kemudian, tambahnya, ajarkan bagian tubuh mana saja yang privat. Posisi tubuh mana yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh siapa pun, termasuk oleh ayah, kakak, saudara, hingga orang lain.
Selanjutnya, ajarkan anak tentang apa yang perlu dilakukan jika sampai ada peristiwa buruk yang dialaminya oleh orang lain. Khususnya, ketika tubuh anak dipegang atau disentuh oleh orang terdekat. ”Infokan anak bahwa ia berhak bercerita dan itu bukan merupakan kesalahannya. Sedangkan untuk pelaku, perlu ada assessment dan penanganan secara psikologi," tandasnya. (sir/ign)