SAMPIT – Belum ada titik terang sengketa lahan di Jalan Jenderal Sudirman kilometer 1,8 dengan ukuran 100x200 meter atau 2 hektare, membuat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotawaringin Timur (Kotim) diminta untuk melakukan pengukuran ulang. Namun mengenai hasil BPN masih akan mencocokan kembali sesuai arsip yang tersimpan di kantor badan tersebut.
Fatur melalui kuasa hukumnya M Hatta Majani SH mengatakan, tidak mungkin sertifikat hak milik (SHM) diterbitkan di atas SHM lainnya atau tumpang tindih kecuali ada permainan. “Diterbitkannya sertifikat karena sudah jelas ada titik koordinatnya, kecuali surat kepemilikan tanah (SKT) bisa terjadi tumpang tindih,” ucapnya pada saat berada di lokasi pengukuran lahan, Rabu (24/8).
Hatta menegaskan bahwa SHM lain itu salah alamat dan bukan berada di lokasi kilometer 1,8 Jalan Jenderal Sudirman melainkan di atas kilometer 1,8. Namun, pemilik SHM lainnya bersikukuh bahwa tanahnya berada di kilometer tersebut. “Kami tegaskan kembali bahwa SHM lainnya bukan berada di kilometer 1,8 tapi berada di atas sananya lagi. SHM klien kami alamatnya Jalan Jenderal Sudirman sedangkan SHM lainnya Jalan A Yani,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala BPN Kotim Jamaludin melalui Seksi Pengukuran Feri Sukmana menyebutkan bahwa tugas pihaknya hanya sebatas melakukan pengukuran sesuai dengan permohonan. “Ini hanya awal pengukuran dan hasilnya nanti akan menyesuaikan data yang tersimpan di BPN. Kami akan membongkar arsip lama untuk mencocokannya,” katanya.
Dikatakannya, BPN berani mengeluarkan sertifikat lantaran punya dasar salah satunya karena adanya pemohon. Sedangkan apakah palsu atau tidak BPN tidak ada wewenang. “Kadang-kadang setelah dibuatkan sertifikat pemiliknya tidak merawat tanahnya sendiri dan ini banyak terjadi, sehingga akan ada saling klaim dikemudian hari,” jelas Feri.
Damang Kepala Adat Kecamatan MB Ketapang M Jais menegaskan siap mediasi seandainya pihak yang bersengketa menginginkan melalui hukum adat. “Kalau hukum adat prosesnya melalui riwayat sesuai fakta. Kami siap mediasi. Seandainya menginginkan hukum pengadilan juga dipersilakan dengan harapan yang benar hendaknya tetap dikatakan benar walau bagaimanapun bukan sebaliknya,” saran Jais. (fin)