SAMPIT- Sejumlah petani rotan di Kotim terus resah dengan kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah komoditi tersebut. Dalam rangka memperjuangkan kran ekspor rotan mentah kembali terbuka, mereka menggelar dialog di DPRD Kotim.
“Sedikitnya seratus orang perwakilan petani rotan yang kita undang untuk berdiskusi soal harga rotan di Kotim. Beberapa tahun ini mereka tidak pernah diperhatikan aspirasinya oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” ujar anggota Komisi III DPRD Kotim Dadang H Syamsu, (5/9) kemarin.
Pria yang juga Ketua Asosiasi Petani Rotan (Aspero) Kotim ini mengatakan, salah satu tujuan dari pertemuan itu yakni meminta pemerintah pusat meninjau kembali Peraturan Meteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2011 tentang ketentuan ekspor rotan. Selain itu agar produk rotan ditinjau kembali melalui Pemkab Kotim ke Pemerintah Provinsi Kalteng.
Dijelaskan Dadang, sejak pemberlakuan Permendag Nomor 35 Tahun 2011, perekonomian petani rotan di Kotawaringin Timur memburuk karena harga rotan terus menurun dan tidak terkendali. Menurutnya, sebelum diberlakukan Permendag Nomor 35 Tahun 2011 itu, harga rotan di tingkat petani Kotawaringin Timur berkisar antara Rp 3.000 hingga Rp4500/kilogram. Namun setelah ada Permendag harga rotan jadi turun menjadi Rp1.200 hingga Rp1.700/kilogram.
Dikatakannya lebih lanjut, anjloknya harga rotan di tingkat petani karena sejumlah pengusaha pengumpul rotan tidak dapat lagi melakukan ekspor ke sejumlah negara yang membutuhkan. Kondisi itu pun menurut Dadang, berdampak langsung terhadap petani rotan, yakni pengusaha pengumpul rotan tidak lagi membeli hasil panen petani, dengan alasan mereka kesulitan menjual. Sementara itu, industri dalam negeri yang dijanjikan pemerintah pusat tidak mampu menampung hasil panen rotan yang melimpah.
Dadang menilai, pemberlakukan Permendag Nomor 35 Tahun 2011 telah cacat hukum karena dalam kajian teknis tidak dilakukan survei secara menyeluruh atau tidak berdasarkan fakta yang terjadi di setiap daerah. Selain itu lanjutnya, akibat dari penerbitan Permendag Nomor 35 Tahun 2011 tersebut, juga telah menjadi sebuah bencana bagi petani rotan di Kotim.
“Yang di inginkan petani rotan Kotim sekarang hanya satu, yakni dikembalikannya harga rotan seperti semula. Dan janji pemerintah yang akan mengevaluasi pemberlakukan Permendag itu setiap enam bulan sekali juga tidak terealisasi,” pungkasnya. (ang/gus)