SAMPIT – Potensi sumber daya di sektor komoditas rotan Kotim sempat menjadi primadona dan andalan daerah. Namun, seiring larangan ekspor rotan, komoditi itu melesu dan mulai redup. Harapan hidup lagi ketika Pemkab Kotim berencana mengusulkan revisi aturan larangan ekpsor rotan tersebut.
DPRD Kotim mendesak Pemkab memetakan titik yang masih potensial untuk pengembangan rotan. Hasil pemetaan tersebut juga berguna sebagai bukti dan untuk melengkapi laporan ke pemerintah pusat.
”Pemetaan potensi rotan sangat penting, karena untuk mengetahui seberapa besar rotan hasil ikutan hutan dan rotan yang budidayakan masyarakat. Karena itu, saya berharap peran Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kotim,” kata anggota DPRD Kotim Otjim Supriatna.
Menurut Otjim, sudah lama dia meminta pemetaan dilakukan, namun sampai sekarang pihak terkait belum memberikan jawaban hasil pemetaan tersebut.
Sejauh ini Pemkab Kotim belum melakukan pemetaan potensi itu, sehingga menjadi kendala bagi pemerintah untuk maju ke pusat sebagai modal awal guna mendesak revisi aturan larangan ekspor rotan.
Permasalahan yang dihadapi petani rotan muncul sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor dan Produk Rotan.
”Sejak diberlakukannya Permendag 35/2011 itu, secara otomatis rotan hasil panen petani tidak bisa lagi diekspor ke luar negeri. Akibatnya, harga rotan turun dari yang semula berkisar antara Rp 3.000 hingga Rp 4.000/kg, kini hanya Rp 1.000 hingga Rp 1.700/kg,” tandasnya. (ang/ign)