PANGKALAN BUN – Satuan Pemadam Kebakaran (Damkar) Kobar geram akses mereka mengumpulkan data di lokasi kebakaran PLTU Kumai dipersulit petugas keamanan perusahaan. Mereka dilarang masuk kawasan tersebut tanpa seizin pimpinan PLTU.
”Kami tidak jadi mengambil data ke TKP. Sepertinya mereka takut terungkap kejanggalan-kejanggalan di dalam, makanya agak dipersulit. Tapi, tadi malam (kemarin malam, Red) ada yang menelepon dari Koramil mewakili pimpinan perusahaan yang menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan petugas keamanannya," kata Koordinator Damkar Kobar Sukardi, Jumat (30/9).
Sukardi meminta kepada Bupati Kobar dan anggota DPRD setempat agar mengubah sistem pengamanan di PLTU Kumai. Pasalnya, apabila tidak diubah, bisa merugikan masyarakat Kobar. Apalagi kejadian kebakaran yang terkadi pukul 17.30 WIB baru dilaporkan ke pihaknya sekitar pukul 18.30 WIB.
”Berarti faktor kelalaian. Satu jam mereka anggap sepele dengan mengandalkan peralatan Damkar milik PLTU yang sudah nggak efektif. Imbasnya masyarakat yang kena," ujar Sukardi.
Menurut Sukardi, kawasan PLTU Kumai terkesan kumuh dan tidak terawat. Banyak kejanggalan yang dia lihat, seperti limbah yang dibiarkan bocor, pipa air bocor, hingga selang hydrant yang juga bocor.
”Memang agak aneh. Harusnya perusahaan besar seperti itu punya nomor penting, seperti Damkar, ambulans, polisi, serta pihak terkait. Ini nggak ada. Saya ke TKP malah warga yang menelpon, bukan dari pihak perusahaannya," ujarnya.
Radar Pangkalan Bun berupaya mengonfirmasi masalah itu ke General Manager PLTU Kumai PT EEI Demawan, namun belum berhasil. Akses informasi ke PLTU tersebut selama ini terkenal sulit. Saat peliputan kebakaran pun pengamanan masih ketat. Wartawan baru bisa leluasa meliput kejadian itu ketika Bupati Kobar Bambang Purwanto ke lokasi. (jok/ign)