SAMPIT-Sorotan terhadap permasalahan ditubuh Koperasi Petak Semboyan yang bermitra dengan PT Hutan Sawit Lestari (HSL) kembali dilontarkan kalangan DPRD Kotim. Kali ini, Sekretaris Komisi I DPRD Kotim Syabana menenggarai bahwa ada ketidakwajaran dalam persoalan di koperasi tersebut, terkait dengan nilai Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan ke anggotanya.
“Masa dalam enam bulan cuma Rp 105 ribu hasil SHUnya. Ini namanya ada yang tidak beres, tiap kartu anggota itu punya 2 hektare lahan. Jadi tidak masuk akal kalau hasilnya sebesar itu saja,”ungkapnya, kemarin.
Mengenai persoalan ini, Syahbana berharap Pemkab Kotim bisa turun tangan untuk mengatasi persoalan di tubuh koperasi itu. Sebab lanjutnya, bisa saja ada kesalahan manajeman hingga terjadi kesalahan sengaja yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok.
“Ini perlu disikapi serius, kenapa bisa terjadi satu kartu plasma hanya mendatangkan hasil segitu. Apakah ini karena jumlah lahan tidak sesuai dengan jumlah kartu yang terdistribusi atau bisa juga di sini ada permainan oknum,”tegas Syahbana.
Menurutnya, di Kotim ke depan perlu ada satgas pengawasan terhadap kemintraan UKM dan koperasi di daerah. Diharapkan satgas itu nantinya bisa mempunyai wewenang memberikan rekomendasi penindakan tegas kepada koperasi yang merugikan anggota namun menguntungkan pengurusnya.
Sementara itu, salah seorang anggota Koperasi Petak Sembuyan Aldi mengatakan, sejak dibentuknya koperasi Petak Semboyan pada 2008 lalu, belum pernah memberikan kesejahteraan terhadap anggotanya. “SHU yang dibagikan sangat kecil, bahkan tidak sesuai dengan jumlah luas kebun plasma yang dikelola, yakni mencapai 3.300 hektare lebih,” ucapnya.
Lebih lanjut aldi mengatakan, SHU yang dibagikan setiap tiga bulan sekali tersebut besarannya berkisar antara Rp30.000 hingga Rp50.000 per anggota. “Untuk 2016, SHU dibagikan dua triwulan langsung, yakni terhitung sejak Januari-Juni 2016 sebesar Rp105.000 per anggota,” terangnya.
Menurut Aldi, pengurus koperasi Petak Sembuyan selama ini tidak transparan dalam mengelola kebun plasma seluas itu. Hal itulah yang telah memicu ketidakpuasan dan kemaharahan anggota yang kemudian memanen sendiri buah sawit di lahan plasma tersebut.
“Selama tidak ada penjelasan mengapa SHU yang dibagikan kecil, kami akan terus menguasai dan memanen buah sawit di kebun plasma,”tandasnya.(ang/gus)